PetaPolitik.Com – Gelagat
politik baru yang muncul ke permukaan belakangan berwajah-ganda dan
tidak selalu mudah diterka arah. Sebut saja tiga peristiwa yang relatif
menonjol.
Pertama, Ormas Nasdem yang melahirkan
Partai Nasdem, kedua, pertunangan “Ibas-Socialita” yang diperkirakan
mempengaruhi hitungan-hitungan rasional Partai Demokrat- PAN, dan,
ketiga, hengkangnya Wagub Jabar Dede Jusuf dari PAN ke Demokrat.Muncul
sebagai Ormas dengan komitmen murni melakukan
kontrol, Nasdem akhirnya menjadi Partai meski entah sebagai
konsekuensi logis entah sebagai “kegenitan” unsur tertentu yang
bergabung.
Hingga Kamis, 28/4, Surya Paloh, salah
satu pendiri dan pemrakarsa ormas Nasdem sibuk mengklarifikasi: “tidak
ikut bertanggung-jawab, tetapi mengharapkan Partai Nasdem mengambil
spirit omas Nasdem. Betapap pun semua penjelasan itu dihormati,
sebagian orang telah memperkirakan hal itu jauh sebelumnya. Sah-sah saja.Tetapi, pesan politiknya adalah sebagai Partai.
Nasdem memastikan posisi
tawarnya dalam bursa kandidat Presiden 2014, bila Partai Nasdem
mencapai target parliamentary threshold (PT) mereka akan mengelus dan
mempersiapkan kandidatnya untuk RI-1. Tokoh senior Surya Paloh mungkin
tidak akan menolak malah dapat mulai menghitung kemungkinan itu, bila
Partai yang dilahirkan Ormas bertumbuh maksimal.
Konstitusi hasil amandemen membatasi
masa jabatan Presiden hanya untuk dua periode, sehingga Presiden SBY
tidak dapat maju lagi pada pilpres 2014, dan segera mulai mempersiapkan
kader-kader terbaik partai Demokrat untuk masuk bursa kandidat. Anas
Urbaningrum atau Kristiana Wahyuni, isteri Presiden SBY, adalah dua
nama yang relatif telah disebut-sebut dari kubu partai berkuasa.
Betapa pun terasa tendensius untuk
mengatakan pernikahan Ibas – Socialita adalah “perkawinan politik”,
hubungan emosional PD dan PAN ke depan akan lebih dijiwai dan dibayangi
koalisi cinta ”Tenda Biru”. Menjelaskan perbedaan koalisi Partai Biru
dan “koalisi cinta” mungkin tidak mudah, tetapi tidak bisa menolak
konsekuensi-konsekuensi “cintak politik” dan “politik cinta”.
Fenomena bergabungnya Dede Jusuf ke PD
memberi warna atau kesan dan pesan bahwa Demokrat akan terus eksis dan
bertambah besar, betapa pun SBY akan turun takhta. Mungkin tidak
diberitakan, tapi partai berkuasa tetap kuat mendorong penguatan dan
pengaruhnya ke seluruh silayah dan lapisan masyarakat. Yang pasti,
penguatan dukungan untuk Kandidat pemimpin 2014, relatif dominan dan
diawaki tokoh-tokoh PD.
Fenomena loncat ke PD atau atau
‘peristiwa cinta’ yang berdampak politik mungkin dua peristiwa kecil
dari sejumlah peristiwa eksodus dengan modus penguatan peluang di
partai berkuasa yang pernah terjadi, sedang terjadi, dan yang akan
hari-hari ke depan. Salah satu yang unik dan kontroversial adalah
ditabraknya pagar etika politik oleh mantan anggota
KPU Andi Nurpati ke halaman partai biru Demokrat. Wajar belaka, partai
berkuasa lebih sering melakukan penguatan karena “bulan madu
kekuasaan” dapat berubah dan mengubah perilaku politik. Lebih dari itu,
mempersiapkan suksesi 2014 dapat berarti segalanya bagi partai
berkuasa.
Kemungkinan Pasangan Capres-Cawapres 2014
Kemungkinan Pasangan Capres-Cawapres 2014
Pelbagai peristiwa dengan motif politik
penguatan masih terus berlangsung. Di kubu rival politik persiapan 2014
belum terlalu tampak. Misalnya, ujian bagi pasangan Megawati-Prabowo
sempat dipertanyakan, ketika Gerindra berbeda arah dengan mitra koalisi
PDI-P di gedung DPR RI ketika Gerindra menjadi harus menjadi penentu
jadi tidaknya Pansus Pajak beberapa waktu lalu. Gerindera berseberangan
dengan PDI-P, dan nyaris diinkardinasikan ke dalam Setgab maupun
berharap adanya kader Gerindera yang di-kabinet-kan.
Tapi, itu bukan amat mutlak memisahkan,
bahkan kalau Gerindera menikmati hasil reshuffle kabinet. Pasangan
Megawati-Prabowo masih mungkin bertahan di 2014. Atau, atau hanya
berubah menjadi Prabowo-Puan Maharani. Begitu juga, pasangan
capres-cawapres 2009 Jusuf Kalla-Wiranto dapat berubah menjadi Aburizal
Bakrie – Wiranto. Atau, pasangan kader Golkar – Hanura dalam wajah
yang lain.
Peluang Partai Baru dan pasangan adalah
sesuatu yang makin tidak mudah, meski bukan mustahil. Misalnya, bila
Nasdem yang relatif siap, atau partai-partai peserta pemilu sebelumnya
yang menguatkan barisan untuk menghadapi peningkatan parliamentary
threshold, amat mungkin melahirkan pasangan baru dan segar. Sebutlah
misalnya, Surya Paloh-Hamengku Buwono, Surya Paloh dengan purnawirawan
militer.
Dengan ketatnya persyaratan UU Pemilu
yang makin berat, kelolosan partai baru untuk menjadi partai peserta
Pemilu telah menguras tenaga dan biaya. Beban pembiayaan untuk ikut
dalam 10 besar memenuhi PT, memaksa kerja yang berat bagi Partai Baru
dan kandidatnya. Betapa pun demikian, pada kenyataannya biaya membangun
partai dan memenangkan parliamentary threshold relatif “lebih murah”
dengan kepastian lebih baik bagi seorang kandidat Presiden yang hendak
membangun partai sekaligus, seperti SBY dan partai Demokrat pada tahun
2004. Menumpang kendaraan politik tetangga, senantiasa berarti lebih
mahal, posisi tawar yang rendah, dan kepastian yang berdampak pada
jantung. Kendaraan sendiri, betapa pun sulit dan mahalnya memberi
kepastian, posisi tawar yang kuat dan jelas.
Hitungan pasangan capres-cawapres lama
mencari pasangan baru adalah kemungkinan politik yang lain. Wiranto
bersama Hanura, misalnya, mungkin akan mencari kandidat wakil Presiden
dari partai lain, bukan lagi dengan Golkar. Bahkan mencari wakilnya
dari non-partai pun. Hal yang amat mungkin dilakukan Prabowo, misalnya
lebih ingin berpasangan dengan Puan Maharani. Atau, bila opsi itu
dimustahilkan Megawati dan PDI-P, Prabowo memilih pasangan dari partai
relijius atau gender berbeda. Din Sjamsudin dari Muhamadiyah atau Yenny
Zanuba Wahid dapat menjadi pilihanya.Bahkan, Prabowo dapat memilih
yang profesional seperti, misalnya mantan Menkeu Sri Mulyani Indrawati,
yang sangat diapresiasinya dengan tinggi ketika adanya pemberitaan di
media tentang isu Sri Mulyani akan maju sebagai kandidat Presiden
beberapa waktu lalu.
Terbuka kemungkinan, bila Sri Mulyani
memiliki akselerasi posisi tawar lebih baik dan lebih kuat, misalnya,
dalam hal mendapat kendaraan politik hingga arus popularitas massa,
maka bukan tidak mungkin Prabowo dapat memilih atau dipilih untuk
berpasangan dengan Sri Mulyani. Dan, pelbagai pilihan lain, dari yang
rival menjadi kawan, dan yang tidak diduga dan tak terduga.
Hitung-hitungan yang masih amat dini,
tetapi juga tidak akan banyak beranjak dari tiga hal utama:pertama,
pasangan Capres-cawapres 2014 masih kental antara isu
sipil-militer; kedua, isu gender atau relijius yang berpasangan dengan
militer; ketiga, berkembangnya posisi tawar menjadi faktor utama
siapa-siapa yang akan tampil di panggung politik kandidat pemimpin
2014. Lebih dari itu, rakyat berharap Pemilu langsung dari rakyat
menghasilkan kepemimpinan yang makin memihak kepentingan rakyat.
Kepentingan rakyat telah dimulai sejak figur-figur capres-cawapres
2014, masuk bursa.[*]
Berthy B Rahawarin
Tidak ada komentar:
Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.
1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange
5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.
Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan vasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.
Posting Komentar