Mestika Zed
Sejarawan Universitas Negeri Padang
Sejarawan Universitas Negeri Padang
DI pagi buta yang becek, awal 1927, kaum pemberontak
di Silungkang, Sumatera Barat, akhirnya mengikuti jejak rekan-rekan
mereka di Banten, yang meletuskan pemberontakan pada pertengahan
November 1926. Mereka menyerang kedudukan pemerintah.
Sasaran utama adalah menangkap dan membunuh pejabat
pemerintah, pejabat pribumi, dan kulit putih. Mereka merusak sejumlah
instalasi publik, seperti stasiun dan kantor pos. Juga berencana
membakar instalasi tambang batu bara dan menyerang semua simbol rezim
kolonial di kota itu.
Gerakan pemberontak itu dapat dipatahkan. Hanya
sebagian kecil sasaran yang terpenuhi. Selebihnya menyisakan prahara
berkepanjangan. Sampai 12 Januari 1927, lebih dari 1.300 orang
ditangkap. Ratusan bom dan senjata api disita. Kebanyakan mereka dibuang
ke luar Sumatera Barat, termasuk ke Digul. Ada pula yang dihukum
gantung.
Pemberontakan yang gagal di dua tempat (Banten dan
Sumatera Barat) pada 1926-1927 itu cukup mengguncang rezim kolonial di
Batavia. Mereka pun memburu pemimpin PKI dan onderbouw-nya, juga kaum
pergerakan secara keseluruhan. Sejak itu penguasa kolonial bertindak
bengis dan makin represif. Setiap anasir pergerakan nasional ditindas,
dan partai-partai politik yang tak mau bekerja sama dengan pemerintah
dilarang. Proses ini berjalan sampai akhir 1930-an.
Orang-orang PKI menuduh Tan Malaka sebagai biang
penyebab kegagalan pemberontakan. Ia dimusuhi dan dicap pengkhianat
partai, Trotsky-nya Indonesia. Padahal, sejak semula Tan bukan saja tak
setuju, melainkan juga berupaya mencegah rencana pemberontakan yang
dirancang oleh kelompok Prambanan itu. Kelompok ini terdiri atas tokoh
terkemuka PKI seperti Semaun (1899-1971), Alimin Prawirodirdjo
(1889-1964), Musso (1897-1948), dan Darsono (1897-?), yang
mendeklarasikan rencana pemberontakan di Prambanan, Solo, awal 1926.
Sebagai pemikir yang cemerlang dan otentik sejak masa
mudanya, Ibrahim Datuk Tan Malaka memiliki cukup alasan mengapa
pemberontakan harus dikesampingkan. Salah satu argumennya ialah bahwa
kekuatan pergerakan belum cukup matang. Masih diperlukan pembenahan
organisasi partai guna menggalang basis massa yang kuat dan meluas,
bahkan di luar kelompok komunis.
Tan, sebagai pemimpin paling terkemuka PKI saat itu,
menganjurkan untuk sementara waktu pemimpin-pemimpin gerakan memperkuat
organisasi dan tetap melakukan aksi-aksi ”pemanasan” dan agitasi di
tempatnya masing-masing. Pendirian ini telah diutarakannya kepada Alimin
dan kawan-kawannya.
Dari tempat persembunyiannya di Singapura, ia bahkan
telah menulis pandangannya lewat sebuah risalah bertajuk Massa-Actie
(1926, terbit ulang 1947). Dalam buku kecil itu ia menampik rencana
kelompok Prambanan seraya menyimpulkan bahwa rencana pemberontakan itu
merupakan tindakan blunder yang bisa menjadi bumerang terhadap partai
sendiri, bahkan juga terhadap semua partai nasionalis. Nyatanya memang
demikian. PKI, yang didirikan pada 1920, hancur, dan aktivis partai
meringkuk dalam penjara atau dibuang ke Digul.
Kondisi ekonomi Hindia Belanda saat itu juga sedang
membaik. Buruh cukup mudah mendapat pekerjaan, sebagian pemuda mendapat
kesempatan mempelajari bahasa Belanda dan menduduki kursi yang agak
empuk sebagai juru tulis. Pelengah hidup seperti bioskop, sepak bola,
dan dansa hula-hula mulai digemari. Ini berbeda dengan 1942-1945, ketika
sebagian besar pabrik gula tutup, kebun-kebun binasa, mesin pabrik
mati, rakyat tenggelam dalam penderitaan romusha Jepang. Pendek kata,
gagasan pemberontakan di tengah situasi ekonomi yang membaik itu tak
bakal laku.
Namun kegagalan pemberontakan itu tak lantas membuat
Tan memikirkan diri dan partainya sendiri. Baginya justru jauh lebih
penting memikirkan perjuangan mencapai kemerdekaan nasional. Ini antara
lain dapat diilustrasikan dari fakta berikut.
Pertama, selepas dari penangkapan pada 1922, dan
kemudian diusir ke luar Indonesia, ia sudah menjadi aktivis komunis yang
tak kenal lelah ”menjual” gagasannya memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Hampir tak ada negara Asia Timur dan Asia Tenggara yang tak
dijejakinya. Ia juga pergi ke Moskow, jantung komunisme. Ia hidup
sengsara di tempat persembunyiannya dan selalu dikejar-kejar polisi
rahasia. Ia baru kembali ke Tanah Air secara diam-diam pada zaman Jepang
(1942).
Kedua, baginya partai hanyalah alat untuk mencapai
perjuangan, yakni kemerdekaan nasional bagi Indonesia. Selepas
pemberontakan yang gagal itu, Tan Malaka keluar dari PKI dan mendirikan
Partai Republik Indonesia (Pari) di perantauan Bangkok pada 1927. Pari
kemudian mati suri. Pada masa perang kemerdekaan (1947), ia mendirikan
Partai Murba. Alasan keluar dari PKI lalu mendirikan Pari sangat jelas,
yakni karena tak lagi sehaluan dengan rekan-rekan separtainya yang lama.
Di lain pihak ia menentang kebijakan Komunis
Internasional (Komintern) di Moskow. Sejak 1920-an Moskow tampak lebih
peduli memanfaatkan Komintern bagi kepentingan ”hegemoni” internasional
Uni Soviet ketimbang kepentingan perjuangan kaum nasionalis di
daerah-daerah jajahan. Komintern bahkan juga cenderung mencurigai Pan
Islamisme sebagai pesaing internasionalnya, sesuatu yang tak bisa
diterima oleh Tan Malaka.
Maka jelas kelihatan bahwa warna nasionalisme dalam
diri Tan Malaka jauh lebih kental daripada fanatisme terhadap ideologi
(komunisme). Kedekatannya dengan kelompok Islam sebagian karena pola
asuhan masa kecilnya sebagai orang Minang; sebagian lain, karena memang
kelompok Islamlah yang lebih diandalkannya sebagai mitra pergerakan
ketimbang kelompok nasionalis sekuler yang menurutnya cenderung
berperilaku borjuis.
Ketiga, Tan Malaka dianggap sebagai satu dari tiga
tokoh nasionalis yang pertama-tama menuangkan konsepsi tentang
konstruksi masyarakat bangsa yang dibayangkan (the imagined community)
di masa depan. Lewat sebuah risalah berjudul Naar de Republiek Indonesia
(Kanton, 1925) ia sudah membentangkan betapa pentingnya persatuan dan
betapa berbahayanya perpecahan.
”Ini harus kita cegah,” tulisnya. ”Akan tetapi tidak
dengan [cara] memberi khotbah tentang hikmah-hikmah yang kosong. Hanya
satu program yang benar-benar ingin memajukan kepentingan-kepentingan
materiil dari seluruh rakyat dan dilaksanakan secara jujur, yang dapat
membentuk solidaritas nasional, suatu solidaritas yang tidak hanya
menggulingkan imperialisme, tetapi juga dapat menjauhkan segala gangguan
untuk selama-lamanya...” (halaman 26, 28).
Meskipun tak menyembunyikan pendirian Marxisnya, Tan
Malaka memilih mengabdikan diri dan intelektualitasnya sebagai
nasionalis sejati yang ikut merajut gagasan tentang the imagined
community itu. Pemikirannya lebih dini juga lebih radikal daripada
Mohammad Hatta yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai
pleidoi di depan pengadilan Belanda di Den Haag (1928). Kemudian juga
Soekarno yang menulis MIM (Menuju Indonesia Merdeka, 1933).
Dalam pemikiran ketiga tokoh ini, gambaran tentang
masa depan Indonesia itu memang belum utuh. Ia baru merupakan anggitan
yang masih memerlukan penyempurnaan sampai ”cetak-biru” Indonesia
Merdeka dapat dirumuskan, yaitu Pancasila dan Pembukaan UUD 1945
beberapa dasawarsa kemudian. Dan Tan Malaka menyadari itu, sebab ”aksi
untuk mencapai kemerdekaan nasional ini,” tulis Tan dalam Naar de
Republiek Indonesia, ”akan berlangsung lama, tetapi pasti membawa
kemenangan (1925: 65).
Sayangnya, Tan Malaka tak sempat melihat tahap akhir
perjuangan kemerdekaan, karena ia tewas secara tragis. Ironis, karena
setelah malang-melintang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk
memperjuangkan kemerdekaan negeri Indonesia, ia lalu ”dihujat dan
dilupakan” oleh bangsanya sendiri.
Tidak ada komentar:
Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.
1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange
5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.
Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan vasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.
Posting Komentar