Sabtu, 10 Maret 2012

Tambokoto - Ichsanuddin Noorsy: Tunduk Pada Asing Atau Pada Konstitusi?


Tribunnews.com - Rabu, 7 Maret 2012

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Masyarakat Indonesia kembali disibukkan oleh keinginan pemerintah menaikkan harga BBM. Jika turunnya harga BBM jelang Pemilu 2009, diklaim sebagai keberhasilan penguasa. Maka, kenaikan harga komoditas hajat hidup orang banyak kali ini disebabkan oleh, kata Pemerintah, kenaikan harga minyak internasional dan subsidi salah sasaran. Bersamaan dengan menurunnya produksi minyak mentah nasional.
Kemudian, soal kenaikan harga minyak internasional yang mencapai USD 110/barel sedangkan APBN 2012 menetapkan asumsi harga Indonesia Crude Price (ICP) sebesar USD90/barel.
"Saya tidak ngerti bagaimana pemerintah dan Badan Anggaran DPR bisa sepakati hal sensitif ini. Sejak saya di DPR dulu, istilah asumsi itu saya tolak dan saya usulkan agar menggunakan istilah target atau prediksi. Karena yang menargetkan pemerintah, maka bagi saya kegagalan mencapai hal itu merupakan bagian dari kegagalan membuat perencanaan," kata pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy, Rabu (7/3/2012)..
Jika gagal membuat perencanaan, logika menyatakan, sebagian besar pelaksanaan kegiatan dari perencanaan yang gagal itu, tidak akan mencapai sasaran. Alasan ini yang mendorong Noorsy untuk memaksa, memberikan minderheidsnota (catatan khusus) pada UU APBN terhadap semua asumsi makro. Termasuk harga minyak, nilai tukar, dan produksinya.
Dilema kenaikan harga minyak. Tunduk pada konstitusi atau patuh pada dikte asing. "Mensubsidi bangsa sendiri melalui harga BBM atau mensubsidi orang kaya di Washington dan domestik melalui imbal hasil obligasi yang tinggi. Belum lagi, kalau kita menghitung pemerintah membeli kembali obligasi. Maka jelas, lebih tinggi membayar bunga dan cicilan utang ketimbang membiayai subsidi enerji dan non enerji," tegas Noorsy.
Muncul persoalan, kepada siapa sebenarnya pemerintah berpihak ? Apakah memberlakukan harga enerji tunduk pada harga pasar (dengan istilah memberlakukan persaingan usaha yang sehat dan wajar atau harga keekonomian) adalah tindakan yang menjalankan sumpah jabatan, menerapkan komitmen pada bangsa dan berbuah rasa keadilan masyarakat ?
"Jika jawabannya negatif, maka efek ganda dari kebijakan seperti itu adalah tersulutnya sumbu keresahan sosial politik. Cepat atau lambat, sumbu keresahan yang sudah terbakar akan sampai ke titik ledak seperti kasus konflik Mesuji, Bima, Pulau Padang, Sulteng, Kalteng, Kaltim dan tempat-tempat lain," Noorsy mengingatkan.

Penulis: Rachmat Hidayat  |  
Akses Tribunnews.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat m.tribunnews.com

Tidak ada komentar:

leave comment

Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.

1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange

5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.

Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan vasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.

Me

Posting Komentar

Sumber: http://eltelu.blogspot.com/2013/02/cara-menambahkan-widget-baru-di-sebelah.html#ixzz2O8AYOBCu