Maret 21, 2012 by A Nizami
Di bawah adalah tulisan Kwik Kian Gie yang menyatakan Subsidi BBM adalah bohong. Jika kita teliti, itu memang benar.
Sesungguhnya biaya produksi minyak dari menggali minyak, kilang, hingga distribusi ke Pom Bensin menurut KKG adalah US$ 10/brl. Ada baiknya kita naikan saja jadi US$ 15/brl untuk memberi keuntungan bagi pendukung Neoliberalisme yang mengatakan Subsidi BBM itu ada. Itu sudah termasuk keuntungan yang cukup besar bagi para operator dan distributor.
Buat yang ragu angkanya bisa lihat data komponen biaya dari website pemerintah AS:
http://www.eia.gov/petroleum/gasdiesel
Di situ dijelaskan biaya minyak mentah 72% dari harga jual, pengilangan 12%, Distribusi dan Pemasaran 5%, Pajak 11%.
Taruhlah rate 1 US$ = Rp 10.000 dan 1 barrel = 159 liter.
Jika harga minyak Rp 4.500/liter, artinya Rp 715.500/brl atau US$ 71/brl.
Jadi dengan biaya produksi hanya US$ 15/brl dan harga jual US$ 71/brl, sebetulnya pemerintah untung US$ 56/brl. Bayangkan jika produksi BBM kita 1 tahun 350 juta barel. Pemerintah untung US$ 19,6 milyar atau Rp 196 trilyun/tahun.
Itu kalau pakai harga “Subsidi” Rp 4.500/liter. Kalau pakai harga Pertamax yang Rp 9000/liter, pemerintah untung Rp 392 trilyun/tahun.
Di bawah adalah tulisan Kwik Kian Gie yang menyatakan Subsidi BBM adalah bohong. Jika kita teliti, itu memang benar.
Sesungguhnya biaya produksi minyak dari menggali minyak, kilang, hingga distribusi ke Pom Bensin menurut KKG adalah US$ 10/brl. Ada baiknya kita naikan saja jadi US$ 15/brl untuk memberi keuntungan bagi pendukung Neoliberalisme yang mengatakan Subsidi BBM itu ada. Itu sudah termasuk keuntungan yang cukup besar bagi para operator dan distributor.
Buat yang ragu angkanya bisa lihat data komponen biaya dari website pemerintah AS:
http://www.eia.gov/petroleum/gasdiesel
Di situ dijelaskan biaya minyak mentah 72% dari harga jual, pengilangan 12%, Distribusi dan Pemasaran 5%, Pajak 11%.
Taruhlah rate 1 US$ = Rp 10.000 dan 1 barrel = 159 liter.
Jika harga minyak Rp 4.500/liter, artinya Rp 715.500/brl atau US$ 71/brl.
Jadi dengan biaya produksi hanya US$ 15/brl dan harga jual US$ 71/brl, sebetulnya pemerintah untung US$ 56/brl. Bayangkan jika produksi BBM kita 1 tahun 350 juta barel. Pemerintah untung US$ 19,6 milyar atau Rp 196 trilyun/tahun.
Itu kalau pakai harga “Subsidi” Rp 4.500/liter. Kalau pakai harga Pertamax yang Rp 9000/liter, pemerintah untung Rp 392 trilyun/tahun.
Tapi bagaimana dengan harga minyak dunia yang misalnya US$ 120/brl? Bukankah kita rugi US$ 79/brl?
Benar kalau kita adalah negara bukan penghasil minyak seperti Singapura atau Jepang yang harus beli minyak dari negara lain.
Tapi Indonesia
memproduksi sendiri minyaknya sebesar 907 ribu barel/hari. Bahkan
mungkin lebih jika tidak dikadali perusahaan minyak asing yang mengelola
90% minyak kita. Sementara kebutuhan BBM “Subsidi” itu hanya 740 ribu
bph. Jadi masih untunglah pemerintah. Mau harga minyak dunia naik sampai
US$ 200/brl pun sebetulnya biaya produksi minyak di Indonesia tidak
akan berubah. Paling banter cuma US$ 15/brl.
Cuma ya itu beda pemikiran ekonom kerakyatan atau Islam dibanding ekonom Neoliberal yang berpihak pada perusahaan-perusahaan minyak asing. Meski untung, mereka tetap bilang rugi.
Padahal minyak itu adalah milik bersama rakyat Indonesia. Bukan milik perusahaan minyak atau pemerintah Indonesia. Jadi tak pantas dijual dengan harga “Internasional”.
Cuma ya itu beda pemikiran ekonom kerakyatan atau Islam dibanding ekonom Neoliberal yang berpihak pada perusahaan-perusahaan minyak asing. Meski untung, mereka tetap bilang rugi.
Padahal minyak itu adalah milik bersama rakyat Indonesia. Bukan milik perusahaan minyak atau pemerintah Indonesia. Jadi tak pantas dijual dengan harga “Internasional”.
Simulasi Harga Minyak dalam bentuk XLS bisa didownload di sini:
Kita akan tahu bahwa
meski harga minyak dunia US$ 200/brl, Indonesia tetap untung dgn harga
Rp 4500/ltr atau US$ 71 brl mengingat biaya produksi hanya US$ 15/brl.
Lihat perbandingan beda
pandangan antara pemahaman untung/rugi penjualan minyak antara pemikiran
Ekonom Islam/Rakyat dengan Ekonom Neoliberal yang dipengaruhi Yahudi.
Di zaman Nabi ada Yahudi
yang menjual air dengan harga tinggi kepada rakyat. Harap diketahui,
hingga sekarang harga air di Arab Saudi lebih mahal daripada harga
minyak karena air di sana sangat langka. Namun setelah dibeli ummat
Islam sumur airnya, Nabi membagikannya gratis kepada rakyat. Ini karena
rakyat harus bisa mendapatkan kebutuhan hidupnya dengan mudah.
Perbandingan di bawah dengan asumsi:
1 barel = 159 liter
1 US$ = Rp 10.000
Produksi minyak Indonesia = 907 ribu bph
Kebutuhan BBM “Subsidi” dgn harga Rp 4500/ltr (US$ 71/brl) = 740 ribu bph
Total biaya produksi minyak Indonesia = US$ 15/brl
HARGA MINYAK DUNIA (US$/BRL)
|
||||
Persepsi Untung/Rugi |
60
|
120
|
200
|
400
|
Ekonom Islam/Rakyat |
56
|
56
|
56
|
56
|
Ekonom Neoliberal |
11
|
-49
|
-129
|
-329
|
Saat harga “Minyak
Dunia” tinggi, kaum Neolib memandang Indonesia rugi. Padahal dibanding
biaya produksi yang tetap, sebetulnya untung.
Anggito Abimanyu, salah satu fundamentalis neo-liberal Indonesia yang selalu bersikeras menaikkan harga BBM dengan alasan “mengurangi beban subsidi BBM“,
mengakui bahwa selama ini tidak pernah ada subsidi dalam BBM. “Masih
ada surplus penerimaan BBM dibanding biaya yang dikeluarkan,” katanya
dalam acara talkshow di TVOne hari Senin (13/03/2012), terkait rencana
kenaikan harga BBM akibat kenaikan harga BBM dunia. Anggito menjadi
salah satu narasumber bersama Kwik Kian Gie dan Wamen ESDM. Mungkin
Anggito tidak akan pernah memberikan pengakuan seperti itu kalau saja
tidak karena ada Kwik Kian Gie yang telah lama menyampaikan pendapatnya
bahwa isu “subsidi” adalah pembohongan publik, dan pendapat itu diulangi
lagi dalam acaratalkshow tersebut di atas. http://muslimdaily.net/opini/opini-17/anggito-abimanyu-selama-ini-tidak-pernah-ada-subsidi-bbm.html
Jika pun “benar” Pemerintah rugi, bisa jadi Pertamina dipaksa membeli
minyak Indonesia yang 90% dikelola oleh perusahaan2 minyak AS seperti
Chevron dan Exxon dengan harga New York. Jika begitu, solusinya adalah
di Nasionalisasi. Cina dan Norwegia mengelola minyak mereka dengan BUMN
mereka. Arab Saudi, Iran, dan Venezuela juga sudah menasionalisasi
perusahaan minyak asing yang dulu memonopoli minyak mereka. Sekarang
mereka makmur karena penerimaannya bertambah karena tidak dibohongi oleh
perusahaan2 minyak asing. http://infoindonesia.wordpress.com/2009/06/30/selama-kekayaan-alam-dirampok-asing-indonesia-akan-terus-miskin/
Selama 90% kekayaan alam kita dikuasai asing, selama itu pula Indonesia
melarat. Harga minyak naik, bukannya untung malah rugi karena ceritanya
“Subsidi” bertambah berat. Harga minyak turun juga “Mengeluh” karena
penerimaan berkurang. Tidak pernah bersyukur makanya kena siksa Allah
terus. “Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” [Ibrahim 7] Satu
wujud syukur kita dengan kekayaan alam kita adalah dengan mengelolanya
sendiri sehingga bisa menikmati seluruh hasilnya. Bukan justru
mengabaikannya dan menyerahkannya ke pihak asing sehingga akhirnya
asinglah yang menikmati hasilnya sementara rakyat Indonesia jadi miskin
dan melarat.
BBM DISUBSIDI ADALAH OMONG KOSONG
Percakapan antara Djadjang dan Mamad
Oleh Kwik Kian Gie
Pemerintah berencana tidak membolehkan
kendaraan berpelat hitam membeli bensin premium, karena harga Rp. 4.500
per liter jauh di bawah harga pokok pengadaannya. Maka pemerintah rugi
besar yang memberatkan APBN.
Apakah benar begitu ? Kita ikuti percakapan antara Djadjang dan
Mamad. Djadjang (Dj) seorang anak jalanan yang logikanya kuat dan banyak
baca. Mamad (M) seorang Doktor yang pandai menghafal. Dj : Mad, apa
benar sih pemerintah mengeluarkan uang tunai yang lebih besar dari harga
jualnya untuk setiap liter bensin premium ? M : Benar, Presiden SBY
pernah mengatakan bahwa semakin tinggi harga minyak mentah di pasar
internasional, semakin besar uang tunai yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah untuk mengadakan bensin. Indopos tanggal 3 Juli 2008 mengutip
SBY yang berbunyi : “Jika harga minyak USD 150 per barrel, subsidi BBM
dan listrik yang harus ditanggung APBN Rp. 320 trilyun. Kalau USD 160,
gila lagi. Kita akan keluarkan (subsidi) Rp. 254 trilyun hanya untuk
BBM.” Dj : Jadi apa benar bahwa untuk mengadakan 1 liter bensin premium
pemerintah mengeluarkan uang lebih dari Rp. 4.500 ? Kamu kan doktor Mad,
tolong jelaskan perhitungannya bagaimana ? M : Gampang sekali,
dengarkan baik-baik. Untuk mempermudah perhitungan buat kamu yang bukan
orang sekolahan, kita anggap saja 1 USD = Rp. 10.000 dan harga minyak
mentah USD 80 per barrel. Biaya untuk mengangkat minyak dari perut bumi
(lifting) + biaya pengilangan (refining) + biaya transportasi rata-rata
ke semua pompa bensin = USD 10 per barrel. 1 barrel = 159 liter. Jadi
agar minyak mentah dari perut bumi bisa dijual sebagai bensin premium
per liternya dikeluarkan uang sebesar (USD 10 : 159) x Rp. 10.000 = Rp.
628,93 – kita bulatkan menjadi Rp. 630 per liter. Harga minyak mentah
USD 80 per barrel. Kalau dijadikan satu liter dalam rupiah, hitungannya
adalah : (80 x 10.000) : 159 = Rp. 5.031,45. Kita bulatkan menjadi Rp.
5.000. Maka jumlah seluruhnya kan Rp. 5.000 ditambah Rp. 630 = Rp. 5.630
? Dijual Rp. 4.500. Jadi rugi sebesar Rp. 1.130 per liter (Rp. 5.630 –
Rp. 4.500). Kerugian ini yang harus ditutup oleh pemerintah dengan uang
tunai, dan dinamakan subsidi. Dj : Hitung-hitunganmu aku ngerti, karena
pernah diajari ketika di SD dan diulang-ulang terus di SMP dan SMA. Tapi
yang aku tak paham mengapa kau menghargai minyak mentah yang milik kita
sendiri dengan harga minyak yang ditentukan oleh orang lain ? M : Lalu,
harus dihargai dengan harga berapa ? Dj : Sekarang ini, minyak
mentahnya kan sudah dihargai dengan harga jual dikurangi dengan harga
pokok tunai ? Hitungannya Rp. 4.500 – Rp. 630 = Rp. 3.870 per liter ?
Kenapa pemerintah dan kamu tidak terima ? Kenapa harga minyak mentahnya
mesti dihargai dengan harga yang Rp. 5.000 ? M : Kan tadi sudah
dijelaskan bahwa harga minyak mentah di pasar dunia USD 80 per barrel.
Kalau dijadikan rupiah dengan kurs 1 USD = Rp. 10.000 jatuhnya kan Rp.
5.000 (setelah dibulatkan ke bawah). Dj : Kenapa kok harga minyak
mentahnya mesti dihargai dengan harga di pasar dunia ? M : Karena
undang-undangnya mengatakan demikian. Baca UU no. 22 tahun 2001 pasal 28
ayat 2. Bunyinya : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan
pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.” Nah, persaingan
usaha dalam bentuk permintaan dan penawaran yang dicatat dan dipadukan
dengan rapi di mana lagi kalau tidak di New York Mercantile Exchange
atau disingkat NYMEX ? Jadi harga yang ditentukan di sanalah yang harus
dipakai untuk harga minyak mentah dalam menghitung harga pokok. Dj :
Paham Mad. Tapi itu akal-akalannya korporat asing yang ikut membuat
Undang-Undang no. 22 tahun 2001 tersebut. Mengapa bangsa Idonesia yang
mempunyai minyak di bawah perut buminya diharuskan membayar harga yang
ditentukan oleh NYMEX ? Itulah sebabnya Mahkamah Konstitusi
menyatakannya bertentangan dengan konstitusi kita. Putusannya bernomor
002/PUU-I/2003 yang berbunyi : “Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi : “Harga
Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan
usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia.” M : Kan sudah disikapi dengan sebuah Peraturan
Pemerintah (PP) ? Dj : Memang, tapi PP-nya yang nomor 36 tahun 2004,
pasal 27 ayat (1) masih berbunyi : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas
Bumi, keuali Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, DISERAHKAN
PADA MEKANISME PERSAINGAN USAHA YANG WAJAR, SEHAT DAN TRANSPARAN”. Maka
sampai sekarang istilah “subsidi” masih dipakai terus, karena yang
diacu adalah harga yang ditentukan oleh NYMEX. M : Jadi kalau begitu
kebijakan yang dinamakan “menghapus subsidi” itu bertentangan dengan UUD
kita ? Dj : Betul. Apalagi masih saja dikatakan bahwa subsidi sama
dengan uang tunai yang dikeluarkan. Ini bukan hanya melanggar
konstitusi, tetapi menyesatkan. Uang tunai yang dikeluarkan untuk minyak
mentah tidak ada, karena milik bangsa Indonesia yang terdapat di bawah
perut bumi wilayah Republik Indonesia. Menurut saya jiwa UU no. 22/2001
memaksa bangsa Indonesia terbiasa membayar bensin dengan harga
internasional. Kalau sudah begitu, perusahaan asing bisa buka pompa
bensin dan dapat untung dari konsumen bensin Indonesia. Maka kita sudah
mulai melihat Shell, Petronas, Chevron. M : Kembali pada harga, kalau
tidak ditentukan oleh NYMEX apakah mesti gratis, sehingga yang harus
diganti oleh konsumen hanya biaya-biaya tunainya saja yang Rp. 630 per
liternya ? Dj : Tidak. Tidak pernah pemerintah memberlakukan itu dan
penyusun pasal 33 UUD kita juga tidak pernah berpikir begitu. Sebelum
terbitnya UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas, pemerintah menentukan
harga atas dasar kepatutan, daya beli masyarakat dan nilai strategisnya.
Sikap dan kebijakan seperti ini yang dianggap sebagai perwujudan dari
pasal 33 UUD 1945 yang antara lain berbunyi : ”Barang yang penting bagi
negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” Dengan harga
Rp. 2.700 untuk premium, harga minyak mentahnya kan tidak dihargai nol,
tetapi Rp. 2.070 per liter (Rp. 2.700 – Rp. 630). Tapi pemerintah tidak
terima. Harus disamakan dengan harga NYMEX yang ketika itu USD 60, atau
sama dengan Rp. 600.000 per barrel-nya atau Rp. 3.774 (Rp. 600.000 :
159) per liternya. Maka ditambah dengan biaya-biaya tunai sebesar Rp.
630 menjadi Rp. 4.404 yang lantas dibulatkan menjadi Rp. 4.500. Karena
sekarang harga sudah naik lagi menjadi USD 80 per barrel pemerintah
tidak terima lagi, karena maunya yang menentukan harga adalah NYMEX,
bukan bangsa sendiri. Dalam benaknya, pemerintah maunya dinaikkan sampai
ekivalen dengan harga minyak mentah USD 80 per barrel, sehingga harga
bensin premium menjadi sekitar Rp. 5.660, yaitu: Harga minyak mentah :
USD 80 x 10.000 = Rp. 800.000 per barrel. Per liternya Rp. 800.000 : 159
= Rp. 5.031, ditambah dengan biaya-biaya tunai sebesar Rp. 630 = Rp.
5.660 Karena tidak berani, konsumen dipaksa membeli Pertamax yang
komponen harga minyak mentahnya sudah sama dengan NYMEX. M : Kalau
begitu pemerintah kan kelebihan uang tunai banyak sekali, dikurangi
dengan yang harus dipakai untuk mengimpor, karena konsumsi sudah lebih
besar dibandingkan dengan produksi. Dj : Memang, tapi rasanya toh masih
kelebihan uang tunai yang tidak jelas ke mana perginya. Kaulah Mad yang
harus meneliti supaya diangkat menjadi Profesor.
Tidak ada komentar:
Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.
1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange
5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.
Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan vasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.
Posting Komentar