Senin, 06 Februari 2012

TAMBOKOTO - Pembubaran PSI tahun 1960



 Budi Aribowo's note
Menyusul peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi Utara, maka pada tanggal 21 Juli 1960 Presiden Soekarno secara resmi memanggil Pimpinan Pusat Partai Sosialis Indonesia (PSI) yaitu : Sjahrir, Djohan Sjahroezah, Soebadio Sastroastomo, T.A. Moerad dan Djoeir Moehamad.

Kepada Pimpinan Pusat PSI ditanyakan apakah PSI terkena pasal 9 ayat (1) berupa Penetapan Presiden RI No. 7 tahun 1959 tentang Syarat-syarat dan Penyederhanaan Kepartaian atau tidak. Setelah memberikan jawaban lisan, Pimpinan Pusat PSI berjanji akan memberikan jawaban secara tulisan.

Jawaban resmi PSI secara tertulis dikirimkan oleh Sjahrir kepada Presiden Soekarno pada tanggal 27 Juli 1960, yang pada intinya adalah sebagai berikut :

(1) PSI menganjurkan serta menyetujui disertai dengan harapan kembali ke UUD 1945 berarti pernyataan niat untuk meninggalkan segala keburukan kekhilafan yang telah timbul dan merajalela selama hidup dengan UUD 1950 yaitu terutama perpecahan dan korupsi.

(2) Sesuai dengan garis politik dan perjuangan partai, maka partai tidak pernah menyatakan persetujuannya terhadap apa yang disebut PRRI yang diproklamasikan pada tanggal 15 Februari 1958. Bahkan Pimpinan Pusat Partai telah mengirim Djoeir Moehamad dan Imam Slamet ke Sumatra untuk mencegah terjadinya pemberontakan.

(3) Saudara Dr. Soemitro Djojohadikusumo yang ikut dalam PRRI sebagai menteri keuangannya adalah di luar pengetahuan partai, apalagi dia tidak pernah diberikan kuasa untuk bertindak atas nama partai. Sejak semula pendirian kita tegas dan tidak ragu-ragu; semua anggota partai kita dilarang mengikuti gerakan pemberontakan itu.

Setelah jawaban tertulis dari Pimpinan Pusat PSI, sekali lagi Pimpinan Pusat PSI dipanggil oleh Presiden Soekarno yang kemudian menyampaikan bahwa PSI akan dibubarkan karena kondisi Negara yang dalam keadaan “Staat van Orlog en Beleg” (SOB).

Kemudian pembubaran resmi Partai Sosialis Indonesia tertuang dalam keputusan Presiden No. 201 tahun 1960 yang diumumkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1960 dengan alasan sebagai berikut,

“Oleh karena organisasi (partai) itu melakukan pemberontakan, karena pemimpin-pemimpinnya turut dalam pemberontakan apa yang disebut ‘Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)’ atau ‘Republik Persatuan Indonesia (RPI)’ atau telah jelas memberikan bantuan terhadap pemberontakan, sedangkan anggota organiasasi (partai) itu tidak resmi menyalahkan perbuatan anggota-anggota pimpinan tersebut”.

Setelah pengumuman pembubaran PSI keluar, Sekretariat Dewan Pimpinan Pusat PSI melalui Soebadio Sastroastomo mengajukan kepada Peperti (Penguasa Perang Tertinggi) untuk mengadakan Konggres Luar Biasa tanggal 25-27 September 1960 di Jakarta. Karena tidak diberikan izin oleh Peperti, maka Dewan Pimpinan Pusat PSI menginstruksikan kepada seluruh cabangnya di Indonesia untuk membubarkan diri.

Pustaka :

Memoar Seorang Sosialis. Djoeir Moehamad. Yayasan Obor Indonesia. 2007

Semoga Bermanfaat.
Budi Ari

Tidak ada komentar:

leave comment

Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.

1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange

5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.

Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan vasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.

Me

Posting Komentar

Sumber: http://eltelu.blogspot.com/2013/02/cara-menambahkan-widget-baru-di-sebelah.html#ixzz2O8AYOBCu