Setelah raja Sri Kertanegara gugur, kerajaan Singhasari berada di bawah kekuasaan Jayakatwang dari Kediri. Salah satu keturunan penguasa Singhasari, yaitu Raden Wijaya, kemudian berusaha merebut kembali kekuasaan nenek moyangnya. Ia adalah keturunan Ken Arok, Raja Singhasari pertama dan anak dari Dyah Lembu Tal. Ia juga dikenal dengan nama lain, yaitu Nararyya Sanggramawijaya. Menurut sumber sejarah, Raden Wijaya sebenarnya adalah mantu Kertana-gara yang masih terhitung keponakan. Kitab Pararaton menyebutkan bahwa ia mengawini dua anak sang raja sekaligus, tetapi kitab Nagarakerta-gama menyebutkan bukannya dua melainkan keempat anak perempuan Kertanagara dinikahinya semua
.
Sisilah Raja Majapahit |
Surya Majapahit |
Mata Uang Majapahit |
Raden Wijaya wafat pada tahun
1309 digantikan oleh Jayanagar. Seperti pada masa akhir pemerintahan
ayahnya, masa pemerintahan raja Jayana-gara banyak dirongrong oleh
pemberontakan orang-orang yang sebelumnya membantu Raden Wijaya
mendirikan kerajaan Majapahit. Perebutan pengaruh dan penghianatan
menyebabkan banyak pahlawan yang berjasa besar akhirnya dicap sebagai
musuh kerajaan. Pada mulanya Jayana-gara juga terpengaruh oleh hasutan
Maha-pati yang menjadi biang keladi perselisihan tersebut, namun
kemudian ia menyadari kesalahan ini dan memerintahkan pengawalnya untuk
menghukum mati orang kepercayaannya itu. Dalam situasi yang demikian
muncul seorang prajurit yang cerdas dan gagah berani bernama Gajah Mada.
Ia muncul sebagai tokoh yang berhasil mamadamkan pemberontakan Kuti,
padahal kedudukannya pada waktu itu hanya berstatus sebagai pengawal
raja (bekel/bhayangkari). Kemahirannya mengatur siasat dan berdiplomasi
dikemudian hari akan membawa Gajah Mada pada posisi yang sangat tinggi
di jajaran pemerintahan kerajaan Majapahit, yaitu sebagai Mahamantri
kerajaan.
Pada masa Jayanagara hubungan
dengan Cina kembali pulih. Perdagangan antara kedua negara meningkat dan
banyak orang Cina yang menetap di Majapahit. Jayana-gara memerintah
sekitar 11 tahun, pada tahun 1328 ia dibunuh oleh tabibnya yang bernama
Tanca karena berbuat serong dengan isterinya. Tanca kemudian dihukum
mati oleh Gajah Mada. Karena tidak memiliki putera, tampuk pimpinan
Majapahit akhirnya diambil alih oleh adik perempuan Jayana-gara bernama
Jayawisnuwarddhani, atau dikenal sebagai Bhre Kahuripan sesuai dengan
wilayah yang diperintah olehnya sebelum menjadi ratu. Namun
pemberontakan di dalam negeri yang terus berlangsung menyebabkan
Majapahit selalu dalam keadaan berperang. Salah satunya adalah
pemberontakan Sadeng dan Keta tahun 1331 memunculkan kembali nama Gajah
Mada ke permukaan. Keduanya dapat dipadamkan dengan kemenangan mutlak
pada pihak Majapahit. Setelah persitiwa ini, Mahapatih Gajah Mada
mengucapkan sumpahnya yang terkenal, bahwa ia tidak akan amukti palapa
sebelum menundukkan daerah-daerah di Nusantara, seperti Gurun (di
Kalimantan), Seran (?), Tanjungpura (Kalimantan), Haru (Maluku?), Pahang
(Malaysia), Dompo (Sumbawa), Bali, Sunda (Jawa Barat), Palembang
(Sumatera), dan Tumasik (Singapura). Untuk membuktikan sumpahnya, pada
tahun 1343 Bali berhasil ia ditundukan.
Ratu Jayawisnuwaddhani
memerintah cukup lama, 22 tahun sebelum mengundurkan diri dan digantikan
oleh anaknya yang bernama Hayam wuruk dari perkawinannya dengan
Cakradhara, penguasa wilayah Singha-sari. Hayam Wuruk dinobatkan sebagai
raja tahun 1350 dengan gelar S’ri Rajasanagara. Gajah Mada tetap
mengabdi sebagai Patih Hamangkubhumi (maha-patih) yang sudah
diperolehnya ketika mengabdi kepada ibunda sang raja. Di masa
pemerintahan Hayam Wuruk inilah Majapahit mencapai puncak kebesarannya.
Ambisi Gajah Mada untuk menundukkan nusantara mencapai hasilnya di masa
ini sehingga pengaruh kekuasaan Majapahit dirasakan sampai ke
Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Maluku, hingga Papua. Tetapi
Jawa Barat baru dapat ditaklukkan pada tahun 1357 melalui sebuah
peperangan yang dikenal dengan peristiwa Bubat, yaitu ketika rencana
pernikahan antara Dyah Pitaloka-, puteri raja Pajajaran, dengan Hayam
Wuruk berubah menjadi peperangan terbuka di lapangan Bubat, yaitu sebuah
lapangan di ibukota kerajaan yang menjadi lokasi perkemahan rombongan
kerajaan tersebut. Akibat peperangan itu Dyah Pitaloka- bunuh diri yang
menyebabkan perkawinan politik dua kerajaan di Pulau Jawa ini gagal.
Dalam kitab Pararaton disebutkan bahwa setelah peristiwa itu Hayam Wuruk
menyelenggarakan upacara besar untuk menghormati orang-orang Sunda yang
tewas dalam peristiwa tersebut. Perlu dicatat bawa pada waktu yang
bersamaan sebenarnya kerajaan Majapahit juga tengah melakukan eskpedisi
ke Dompo (Padompo) dipimpin oleh seorang petinggi bernama Nala.
Setelah peristiwa Bubat,
Maha-patih Gajah Mada mengundurkan diri dari jabatannya karena usia
lanjut, sedangkan Hayam Wuruk akhirnya menikah dengan sepupunya sendiri
bernama Paduka S’ori, anak dari Bhre Wengker yang masih terhitung
bibinya. Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk kerajaan Majapahit menjadi
sebuah kerajaan besar yang kuat, baik di bidang ekonomi maupun politik.
Hayam Wuruk memerintahkan pembuatan bendungan-bendungan dan
saluran-saluran air untuk kepentingan irigasi dan mengendalikan banjir.
Sejumlah pelabuhan sungai pun dibuat untuk memudahkan transportasi dan
bongkar muat barang. Empat belas tahun setelah ia memerintah, Maha-patih
Gajah Mada meninggal dunia di tahun 1364. Jabatan patih Hamangkubhu-mi
tidak terisi selama tiga tahun sebelum akhirnya Gajah Enggon ditunjuk
Hayam Wuruk mengisi jabatan itu. Sayangnya tidak banyak informasi
tentang Gajah Enggon di dalam prasasti atau pun naskah-naskah masa
Majapahit yang dapat mengungkap sepak terjangnya.
Raja Hayam Wuruk wafat tahun
1389. Menantu yang sekaligus merupakan keponakannya sendiri yang bernama
Wikramawarddhana naik tahta sebagai raja, justru bukan Kusumawarddhani
yang merupakan garis keturunan langsung dari Hayam Wuruk. Ia memerintah
selama duabelas tahun sebelum mengundurkan diri sebagai pendeta. Sebelum
turun tahta ia menujuk puterinya, Suhita menjadi ratu. Hal ini tidak
disetujui oleh Bhre Wirabhu-mi, anak Hayam Wuruk dari seorang selir yang
menghendaki tahta itu dari keponakannya. Perebutan kekuasaan ini
membuahkan sebuah perang saudara yang dikenal dengan Perang Paregreg.
Bhre Wirabhumi yang semula memperoleh kemenanggan akhirnya harus
melarikan diri setelah Bhre Tumapel kut campur membantu pihak Suhita.
Bhre Wirabhumi kalah bahkan akhirnya terbunuh oleh Raden Gajah.
Perselisihan keluarga ini membawa dendam yang tidak berkesudahan.
Beberapa tahun setelah terbunuhnya Bhre Wirabhu-mi kini giliran Raden
Gajah yang dihukum mati karena dianggap bersalah membunuh bangsawan
tersebut.
Daerah Kekuasaan Majapahit |
Ironisnya, pertikaian keluarga
dan dendam yang berkelanjutan menyebabkan ambruknya kerajaan ini, bukan
disebabkan oleh serbuan dari bangsa lain yang menduduki Pulau Jawa.
(Disarikan dari Sejarah Nasional Indonesia Jilid II, 1984, halaman 420-445, terbitan PP Balai Pustaka, Jakarta)
Tidak ada komentar:
Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.
1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange
5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.
Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan vasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.
Posting Komentar