Minggu, 29 Juli 2012

Mahkamah Konstitusi Harus Cabut UU No 22/2001 Tentang Migas

Laporan: Ade Mulyana


ILUSTRASI

  
RMOL. Sangat bertentangan jika pengelolaan dan penguasaan sumber daya alam (SDA) strategis yang penting dan menyangkut hajat hidup rakyat, diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar yang hanya menguntungkan perusahaan multinasional asing. Hal itu bertentangan dengan konstitusi, khususnya pada alinea empat dan pasal 33 ayat 1, 2, dan 3 UUD 1945. Oleh karenanya, Mahkamah Konstitusi (MK) harus membatalkan secara keseluruhan UU No. 22/2001 tentang Migas.

Demikian mengemuka pada sidang gugatan uji materi (judicial review) tentang UU No. 22/2001 tentang Migas, di Mahkamah Konstitusi, Rabu (18/7). Sidang menghadirkan mantan Menko Perekonomian DR Rizal Ramli dan pakar hukum tata negara DR Margarito Kamis sebagai saksi ahli yang diajukan pemohon.

Uji materi UU no. 22/2001 sendiri diajukan oleh PP Muhammadiyah dan sejumlah organisasi kemasyarakatan serta tokoh-tokoh masyarakat lain.

Menurut Margarito, negara dibentuk untuk mensejahterakan rakyat sebagaimana tercantum pada pembukaan UUD 1945. Sementara itu, pasal-pasal di dalamnya, khususnya pasal 33 ayat 1, 2, dan 3 pasti disusun berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ideologis. Karenanya sangat tidak masuk akal bila urusan penguasaan dan pengelolaan SDA strategis yang penting dan menyangkut hajat hidup rakyat, diserahkan kepada mekanisme pasar.

"Soal pengurasan, penyimpanan, dan pengolahan SDA adalah urusan pemerintah. Ini merupakan kewajiban konstitusi pemerintah yang harus dilaksanakan untuk kemakmuran rakyat. Karenanya, tidak boleh masalah ini dilakukan lewat kontrak-kontrak karya dengan swasta, apalagi asing, yang justru banyak merugikan negara dan rakyat Indonesia. UUD 1945 tidak mengizinkan mekanisme pasar mengatur urusan negara," ujar Margarito.

Dia juga menyoroti peran BP Migas  yang dinilainya tidak banyak memberi manfaat bagi negara dan rakyat Indonesia. Pada prakatiknya, lanjut Margarito, BP Migas justru lebih banyak menguntungkan kontraktor-kontraktor asing. Lewat perannya yang tidak jelas, BP Migas justru menjadi "kepanjangan tangan" kontraktor asing, khususnya dalam soal persetujuan pembayaran recovery cost yang jumlahnya amat besar.

"Soal sumber daya alam adalah persoalan besar bangsa Indonesia. Pantaskah untuk hal-hal besar seperti ini diserahkan kepada sebuah badan yang tidak jelas tugas dan tanggung jawabnya? Apakah kualitas sumber daya manusia Kementerian ESDM sudah demikian parahnya, hingga tugas penting seperti ini diserahkan kepada pihak lain?" tukasnya.

Tidak Fair

Pada kesempatan yang sama, hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menyinggung salah satu pasal dalam UU No. 22/2001 yang menyebut pelaku usaha sektor Migas dapat berupa BUMN, BUMD, Koperasi, dan badan usaha swasta, baik nasional maupun asing. Menurut dia, pasal ini telah mengondisikan BUMN, BUMD, dan Koperasi berhadap-hadapan secara langsung dengan swasta asing.

"Menurut saya pasal ini sangat tidak fair. Bagaimana mungkin BUMN, BUMD, dan Koperasi mampu bersaing melawan kontraktor asing? Mereka pasti kalah, karena swasta asing pasti jauh lebih unggul pada semua lini, terutama dalam hal pengalaman, permodalan, teknologi, dan pendanaan," kata Fadlil.

Sementara itu hakim konstitusi lainnya, Hamdan Zoelva, menyoroti terus membengkaknya cost recovery dari waktu ke waktu yang harus dibayar pemerintah. Ironisnya, jumlah lifting produksi justru terus merosot dalam jumlah yang signifikan. Dia minta pemerintah menjelaskan mengapa cost recovery melonjak sekitar 200 persen namun lifting produksi justru turun cukup tajam. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan hal ini terjadi? Apakah karena inefisiensi atau ada sebab-sebab lain?

Merugikan Rakyat dan Bangsa Indonesia

DR Rizal Ramli menyebut UU No. 22/2001 tentang Migas dibuat berdasarkan pesanan dan dibiayai oleh USAID. RUU itu pernah diajukan oleh Menteri Pertambangan Kuntoro Mangoensubroto pada masa pemerintahaan Habibie. Tetapi ditolak oleh DPR atas saran-saran Econit, yang pada waktu itu menjadi penasehat ekonomi fraksi-fraksi di DPR. RUU tersebut mandeg pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Namun setelah era Gus Dur, buru-buru RUU itu diajukan kembali ke DPR. Hanya dalam tempo singkat, RUU Migas disahkan menjadi UU.

Pihak asing sangat berkepentingan dengan RUU Migas. Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai dengan mengesahkannya menjadi UU. Pertama, liberalisasi sektor Migas. Kedua, internasionalisasi harga Migas di dalam negeri. Ketiga, agar investor asing bisa masuk ke sektor hilir yang lebih kecil risikonya dibandingkan sektor hulu namun justru labanya lebih besar.

"Tidak mungkin sebuah UU yang konsepnya dan dibiayai asing akan menguntungkan bangsa dan rakyat Indonesia. Mereka pasti memasukkan pasal-pasal yang menguntungkan kepentingannya sendiri. Ini menjadi pintu masuk bagi liberalisasi dan imperialisme gaya baru. Sekarang orang tidak perlu menggunakan senjata untuk menjajah negara lain. Mereka juga tidak terlalu peduli siapa presiden atau partai yang berkuasa. Asal UU di bidang ekonominya menguntungkan pemodal internasional, itu sudah cukup bagi mereka. Oleh karenanya tidak boleh lagi ada UU yang dibiayai, disponsori dan dipesan oleh pihak asing dengan diiming-imingi pinjaman (loan-tied laws). Mulai saat ini, UU Indonesia harus kita buat dan biayai sendiri untuk kemakmuran rakyat dan bangsa kita," papar DR Rizal Ramli.

Tokoh perubahan nasional ini memberi contoh doktrin harga internasional migas yang dipegang teguh pemerintah. Sebatang pulpen yang ongkos produksinya Rp 90, jika dijual di dalam negeri dengan harga Rp 100 sudah ada untungnya. Namun karena di New York harga pulpen yang sama Rp 1.000, pemerintah merasa rugi bila menjual kepada rakyatnya sendiri seharga Rp 100. Selisih Rp 900 inilah yang kemudian pemerintah sebut sebagai subsidi. Ini adalah konsep ekonomi neoliberal.

"Kalau mau menyamakan dengan harga internasional, seharusnya pemerintah lebih dulu menaikkan pendapatan rakyatnya agar sama dengan warga New York yang sekitar 40.000 dolar AS. Tapi faktanya kan tidak. Rakyat dibiarkan berpenghasilan rendah, tapi dipaksa membayar dengan harga internasional. Kebijakan seperti ini merupakan jalur cepat mendorong proses pemiskinan struktural. Ini harus segera dihentikan. Karenanya, saya mohon majelis hakim yang terhormat untuk membatalkan UU Migas yang bertentangan dengan konstitusi," tukas DR Rizal Ramli.[dem]
  1. ULAH PARA PENGKHIANAT BANGSA
    27.07.2012, 16:49 WIB
    Komentator: lemot
    Kehancuran bangsa indonesia.....dimulai dari jatuhnya Soekarno ATAS BANTUAN CIA...dan pemerintah ORBA harus..membayar kompensasi khususnya kepada AS....Freeport dan banyak Perusahaan PERTAMBANGAN AS.....mendapat fasilitas istimewa....kemudian diperparah oleh KELOMPOK..yang pro BARAT...ADRIANUS MOOY, RADIUS...SUMARLIN..SAMPAI SAAT INI MIRANDA GULTOM...DAN PARA POLITISI DARI KELOMPOK PALAGIS...INILAH PARA PENGKHIANAT BANGHSA...
  2. benar juga
    26.07.2012, 12:54 WIB
    Komentator: andi
    memang betul tuh banyak produk hukum indonesia asing turut campur dalam pembentukanyaa karena ada kepentinganya.Ayo DR Rizal Ramli ada aset milik pemerintah di jalan kebion sirih jakarta pusat beralih fungsi jadi milik kedutaan besar amerika ( pagar hijau ). Dulu itu batalyon polisi militer. Ayoo buktikan jadi milik RI.
  3. doktor padang bengkok!!!!
    26.07.2012, 11:32 WIB
    Komentator: supardiono
    DOKTOR BIDANG APA SIH???? NGOMONGNYA SDH GAK DI DENGAR ORANG. KALO NGOMONG NGAWUR GAK KARUAN. SEKARANG DAPAT GELAR SANG PENEROBOS DARI RMOL, PENEROBOS APA???? NEROBOS PAGAR??????
    WAKTU JADI MENTERI DI ERA PRES. MEGAWATI APA KEBISAANNYA,APA HASILNYA?????? NOL BESAR NGOMONG DOANG OMDO OMDO OMDO !!!!!!
  4. UU migas
    19.07.2012, 11:49 WIB
    Komentator: Junaedi
    Kalau perlu dicabut UU itu perlu pertimbangan yang matang agar dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan masalah juga. DPR sebagai yang meloloskan UU tersebut harusnya lebih proaktif memperbaiki kekurangannya.
  5. - migas
    19.07.2012, 07:52 WIB
    Komentator: agus
    Walah negara indon penghasilan terbesar di dunia itu masih miskin to , sayang banget punya kebun emas buat orang lain .
  6. - ANEH, KINI RAKYAT AS MENDAMBAKAN SOSIALISME MALAH SBY MEMUJA KAPITALISME LIBERALISME
    19.07.2012, 07:25 WIB
    Komentator: SI ABAL ABAL
    Sudah berbulan2 rakyat AS menolak Pasar Modal Wallstreet karena dianggap sebagai penghisap yang membangkrutkan ekonomi rakyat AS. Mereka menolak sistim kapitalisme itu. Alih2 rakyat AS sudah muak dengan sistim itu malah SBY sangat memuja Kapitalisme dan liberalisme. Maka tidak heran bila SBY sangat melindungi pemodal asing di Pasar Modal dengan akan merubah zona waktu dari 3 zona waktu menjadi 1 zona dengan merujuk kepada zona wakti Indonesia Tengah agar waktu pembukaan pasar saham di Singapur sama dengan di Jakarta. Iyulah SBY yang sangat memuja kapitalisme dan liberakisme dengan mengorbankan kepentingan rakyat demi citra dia yang bernafsu ingin menjadi Sekjen PBB selepas jadi Presiden RI. Lagi2 rakyat dikorbankan hanya demi syahwat kekuasaan wong Pacitan ini. Pantas kalau dia digugat melalui impeachment karena telah tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan sumpah jabatan yang diucapkan yaitu menjungjung tinggi UUD dan melaksanakan UU !

  7. .

Tidak ada komentar:

leave comment

Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.

1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange

5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.

Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan vasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.

Me

Posting Komentar

Sumber: http://eltelu.blogspot.com/2013/02/cara-menambahkan-widget-baru-di-sebelah.html#ixzz2O8AYOBCu