Sabtu, 31 Desember 2011

Tambokoto - Kristalisasi Politik dan Proyeksi Kandidat Presiden 2014

PetaPolitik.Com – Gelagat politik baru yang muncul ke permukaan belakangan berwajah-ganda dan tidak selalu mudah diterka arah. Sebut saja tiga peristiwa yang relatif menonjol.
Pertama, Ormas Nasdem yang melahirkan Partai Nasdem, kedua, pertunangan “Ibas-Socialita” yang diperkirakan mempengaruhi hitungan-hitungan rasional Partai Demokrat- PAN, dan, ketiga, hengkangnya Wagub Jabar Dede Jusuf dari PAN ke Demokrat.Muncul sebagai Ormas dengan komitmen murni melakukan kontrol, Nasdem  akhirnya menjadi Partai meski entah sebagai konsekuensi logis entah sebagai “kegenitan” unsur tertentu yang bergabung.
Hingga Kamis, 28/4, Surya Paloh, salah satu pendiri dan pemrakarsa ormas Nasdem sibuk mengklarifikasi: “tidak ikut bertanggung-jawab, tetapi mengharapkan Partai Nasdem mengambil spirit omas Nasdem. Betapap pun semua penjelasan itu dihormati, sebagian orang telah memperkirakan hal itu jauh sebelumnya. Sah-sah saja.Tetapi, pesan politiknya adalah sebagai Partai.
Nasdem memastikan posisi tawarnya dalam bursa kandidat Presiden 2014, bila Partai Nasdem mencapai target parliamentary threshold (PT) mereka akan mengelus dan mempersiapkan kandidatnya untuk RI-1. Tokoh senior Surya Paloh mungkin tidak  akan menolak malah dapat mulai menghitung kemungkinan itu, bila Partai yang dilahirkan Ormas bertumbuh maksimal.
Konstitusi hasil amandemen membatasi masa jabatan Presiden hanya untuk dua periode, sehingga Presiden SBY tidak dapat maju lagi pada pilpres 2014, dan segera mulai mempersiapkan kader-kader terbaik partai Demokrat untuk masuk bursa kandidat. Anas Urbaningrum atau Kristiana Wahyuni, isteri Presiden SBY,  adalah dua nama yang relatif telah disebut-sebut dari kubu partai berkuasa.
Betapa pun terasa tendensius untuk mengatakan pernikahan Ibas – Socialita adalah “perkawinan politik”, hubungan emosional PD dan PAN ke depan akan lebih dijiwai dan dibayangi koalisi cinta  ”Tenda Biru”. Menjelaskan perbedaan koalisi Partai Biru dan “koalisi cinta” mungkin tidak mudah, tetapi tidak bisa menolak konsekuensi-konsekuensi “cintak politik” dan “politik cinta”.
Fenomena bergabungnya Dede Jusuf ke PD memberi warna atau kesan dan pesan bahwa Demokrat akan terus eksis dan bertambah besar, betapa pun SBY akan turun takhta. Mungkin tidak diberitakan, tapi partai berkuasa tetap kuat mendorong penguatan dan pengaruhnya ke seluruh silayah dan lapisan masyarakat. Yang pasti, penguatan dukungan untuk Kandidat pemimpin 2014, relatif dominan dan diawaki tokoh-tokoh PD.
Fenomena loncat ke PD atau atau ‘peristiwa cinta’ yang berdampak politik mungkin dua peristiwa kecil dari sejumlah peristiwa eksodus dengan modus penguatan peluang di partai berkuasa yang pernah terjadi, sedang terjadi, dan yang akan hari-hari ke depan. Salah satu yang unik dan kontroversial adalah ditabraknya pagar etika politik oleh mantan anggota KPU Andi Nurpati ke halaman partai biru Demokrat. Wajar belaka, partai berkuasa lebih sering melakukan penguatan karena “bulan madu kekuasaan” dapat berubah dan mengubah perilaku politik. Lebih dari itu, mempersiapkan suksesi 2014 dapat berarti segalanya bagi partai berkuasa.
Kemungkinan Pasangan Capres-Cawapres 2014
Pelbagai peristiwa dengan motif politik penguatan masih terus berlangsung. Di kubu rival politik persiapan 2014 belum terlalu tampak. Misalnya, ujian bagi pasangan Megawati-Prabowo sempat dipertanyakan, ketika Gerindra berbeda arah dengan mitra koalisi PDI-P di gedung DPR RI ketika Gerindra menjadi harus menjadi penentu jadi tidaknya Pansus Pajak beberapa waktu lalu. Gerindera berseberangan dengan PDI-P, dan nyaris diinkardinasikan ke dalam Setgab maupun berharap adanya kader Gerindera yang di-kabinet-kan.
Tapi, itu bukan amat mutlak memisahkan, bahkan kalau Gerindera menikmati hasil reshuffle kabinet. Pasangan Megawati-Prabowo masih mungkin bertahan di 2014. Atau, atau hanya berubah menjadi Prabowo-Puan Maharani. Begitu juga, pasangan capres-cawapres 2009 Jusuf Kalla-Wiranto dapat berubah menjadi Aburizal Bakrie – Wiranto. Atau, pasangan kader Golkar – Hanura dalam wajah yang lain.
Peluang Partai Baru dan pasangan adalah sesuatu yang makin tidak mudah, meski bukan mustahil. Misalnya, bila Nasdem yang relatif siap, atau partai-partai peserta pemilu sebelumnya yang menguatkan barisan untuk menghadapi peningkatan parliamentary threshold, amat mungkin melahirkan pasangan baru dan segar. Sebutlah misalnya, Surya Paloh-Hamengku Buwono, Surya Paloh dengan purnawirawan militer.
Dengan ketatnya persyaratan UU Pemilu yang makin berat, kelolosan partai baru untuk menjadi partai peserta Pemilu telah menguras tenaga dan biaya. Beban pembiayaan untuk ikut dalam 10 besar memenuhi PT, memaksa kerja yang berat bagi Partai Baru dan kandidatnya. Betapa pun demikian, pada kenyataannya biaya membangun partai dan memenangkan parliamentary threshold relatif “lebih murah” dengan kepastian lebih baik bagi seorang kandidat Presiden yang hendak membangun partai sekaligus, seperti SBY dan partai Demokrat pada tahun 2004. Menumpang kendaraan politik tetangga, senantiasa berarti lebih mahal, posisi tawar yang rendah, dan kepastian yang berdampak pada jantung. Kendaraan sendiri, betapa pun sulit dan mahalnya memberi kepastian, posisi tawar yang kuat dan jelas.
Hitungan pasangan capres-cawapres lama mencari pasangan baru adalah kemungkinan politik yang lain. Wiranto bersama Hanura, misalnya, mungkin akan mencari kandidat wakil Presiden dari partai lain, bukan lagi dengan Golkar. Bahkan mencari wakilnya dari non-partai pun. Hal yang amat mungkin dilakukan Prabowo, misalnya lebih ingin berpasangan dengan Puan Maharani. Atau, bila opsi itu dimustahilkan Megawati dan PDI-P, Prabowo memilih pasangan dari partai relijius atau gender berbeda. Din Sjamsudin dari Muhamadiyah atau Yenny Zanuba Wahid dapat menjadi pilihanya.Bahkan, Prabowo dapat memilih yang profesional seperti, misalnya mantan Menkeu Sri Mulyani Indrawati, yang sangat diapresiasinya dengan tinggi ketika adanya pemberitaan di media tentang isu Sri Mulyani akan maju sebagai kandidat Presiden beberapa waktu lalu.
Terbuka kemungkinan, bila Sri Mulyani memiliki akselerasi posisi tawar lebih baik dan lebih kuat, misalnya, dalam hal mendapat kendaraan politik hingga arus popularitas massa, maka bukan tidak mungkin Prabowo dapat memilih atau dipilih untuk berpasangan dengan Sri Mulyani. Dan, pelbagai pilihan lain, dari yang rival menjadi kawan, dan yang tidak diduga dan tak terduga.
Hitung-hitungan yang masih amat dini, tetapi juga tidak akan banyak beranjak dari tiga hal utama:pertama, pasangan Capres-cawapres 2014 masih kental antara isu sipil-militer; kedua,  isu gender atau relijius yang berpasangan dengan militer; ketiga, berkembangnya posisi tawar menjadi faktor utama siapa-siapa yang akan tampil di panggung politik kandidat pemimpin 2014. Lebih dari itu, rakyat berharap Pemilu langsung dari rakyat menghasilkan kepemimpinan yang makin memihak kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat telah dimulai sejak figur-figur capres-cawapres 2014, masuk bursa.[*]
Berthy B Rahawarin

Tidak ada komentar:

leave comment

Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.

1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange

5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.

Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan vasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.

Me

Posting Komentar

Sumber: http://eltelu.blogspot.com/2013/02/cara-menambahkan-widget-baru-di-sebelah.html#ixzz2O8AYOBCu