Jumat, 23 Desember 2011

Tambokoto - Kejaksaan Tak Serius Buru Buronan Koruptor

Jumat, 16 December 2011 Dari 24 buronan, Kejaksaan baru berhasil memulangkan empat orangMemang, untuk menangkap buron korupsi bukan lah hal mudah. Mungkin sampai membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk menangkap para buronan tersebut. Dalam pelariannya selama dua tahun, Nunun Nurbaeti akhirnya ditangkap KPK dengan bantuan interpol. Begitu juga dengan tersangka kasus suap Wisma Atlet SEA Games Muhammad Nazaruddin. Setelah berpindah-pindah dari negara satu ke negara lainnya, akhirnya KPK berhasil menangkap Nazaruddin dengan bantuan interpol dalam kurun waktu yang hampir satu tahun. Tapi, masih ada buron KPK lainnya, yang masih belum tertangkap. Buron tersebut adalah Anggoro Widjojo dan Neneng Sri Wahyuni. Namun, bagaimana dengan buron-buron di Kejaksaan Agung? Sejak dibentuk Tim Terpadu Pencari Tersangka Terpidana Perkara Tindak Pidana Korupsi 2004 lalu, baru empat buron yang berhasil ditangkap. Keempat buron itu adalah David Nusa Wijaya, Dharmono K Lawi, Tabrani Ismail, dan Jefry Baso. Wakil Ketua Komisi III DPR Nasir Jamil menganggap Kejaksaan tidak serius dalam menangkap buron korupsi di luar negeri. “Saya lihat Kejaksaan tidak serius menangkap buron koruptor di luar negeri,” katanya dalam pesan singkatnya kepada hukumonline, Kamis (15/12). Selain Nasir, Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen juga berpendapat tim pemburu koruptor ini belum bekerja secara maksimal. “Kalau kita lihat kondisi riil, saya melihat tim pemburu koruptor ini memang belum bekerja maksimal,” ujarnya. Untuk itu, Halius mempertanyakan konsep kerja Tim Pemburu. Mantan Sesjamwas ini menyarankan agar Tim Pemburu Koruptor menciptakan suatu rencana kerja yang lebih baik dan kuat. Namun, Wakil Jaksa Agung Darmono yang sekaligus Ketua Tim Terpadu Pencari Tersangka Terpidana Perkara Tindak Pidana Korupsi sempat menjelaskan bahwa Tim terus bekerja dalam mengidentifikasi dan mencari buron korupsi. Selain empat buron yang telah ditangkap, saat ini sudah ada dua buron lagi yang sedang dalam proses ekstradisi di Australia dan Amerika Serikat. Kedua buron itu adalah Adrian Kiki Ariawan dan Sherny Konjongian. Adrian Kiki teridentifikasi berada di Australia, sedangkan Sherny di Amerika Serikat. Tapi, proses pemulangan mereka tidak semudah membalikkan telapak tangan. Darmono mengatakan pihaknya telah mengajukan permohonan ekstradisi kepada otoritas setempat. “Mudah-mudahan pada akhir tahun ini atau awal tahun depan ada buron yang berhasil kami bawa ke dalam negeri,” tuturnya. Terkait dengan proses ekstradisi Adrian Kiki, Kejaksaan tinggal menunggu putusan banding dari putusan ekstradisi di Australia. Demikian juga dengan Sherny yang juga sedang menunggu putusan banding. Manakala yang bersangkutan nantinya harus dideportasi, Darmono melanjutkan, “kami tinggal menjemput setelah ada putusan banding itu. Dan (buron) yang lain kami cari juga.” Mantan Plt Jaksa Agung ini berharap dalam waktu dekat akan ada yang bisa dilaporkan sebagai hasil kerja Tim. Tim Terpadu Pencari Tersangka Terpidana Perkara Tindak Pidana Korupsi dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menkopolhukam pada tahun 2004. Ada dua tugas yang mendasar dari Tim Terpadu. Pertama, mengidentifikasi, menemukan dan menangkap tersangka atau terpidana korupsi, lalu menyerahkannya kepada aparat penegak hukum untuk diproses dengan ketentuan yang berlaku. Kedua, tugas terkait asset recovery, yakni melakukan identifikasi, kemudian memulihkan dan menyelamatkan kembali uang negara yang diduga berasal dari uang hasil korupsi. Tim terdiri dari beberapa anggota dan instansi penegak hukum, seperti Kejaksaan, Kementerian Hukum dan HAM -selaku central authority, Kementerian Luar Negeri, dan Kepolisian, termasuk juga NCB atau interpol. Sejak 2004, Tim Terpadu telah melakukan langkah-langkah dan tindakan dalam pencarian buron maupun asset recovery. Namun, dari 24 total buron, yang 15 diantaranya adalah terpidana korupsi dan 9 diantaranya adalah tersangka korupsi, Tim baru dapat menangkap empat buron. Sisanya, masih dalam pencarian, seperti Joko Tjandra, Adrianus Halim, Hesham Al Warraq, Rafat Ali Risvi, Samadikun Hartono, Hary Matalata, Eko Edi Putranto, dan sebagainya. Aset buron Century Kemudian, untuk asset recovery, anggota Komisi III Dewi Asmara sempat menyindir kerja Tim Terpadu. “Apakah sudah pernah ada (aset) yang berhasil (dikembalikan). Apa hanya sekedar gagah-gagahan saja membentuk tim pencari-cari. Yang nama tim pencari-cari, bukan tim penemuan, memang kerjanya mencari-cari, tapi tidak ketemu-ketemu,” katanya. Namun, Darmono menjelaskan bahwa Tim telah melakukan upaya-upaya melalui mekanisme Mutual Legal Assistant (MLA) dengan beberapa negara, seperti Swiss, Thailand, Vietnam, dan Hongkong. Dari hasil penelusuran, Tim telah berhasil mengidentifikasi aset terpidana korupsi Bank Century di Swiss dan Hongkong. “Untuk yang ada di Hongkong, kami telah lakukan kerja sama melalui MLA dan telah berhasil melakukan pembekuan aset yang terkait dengan Bank Century. Yang dalam bentuk tunai jumlahnya kurang lebih Rp86 miliar, sedangkan yang berupa aset-aset dalam bentuk surat berharga, seluruhnya kurang lebih Rp5,6 triliun,” terangnya. Tapi, meski sudah dibekukan, aset ini tidak dapat langsung ditarik ke Indonesia. Sebab, di masih-masing negara, memiliki mekanisme tertentu. Seperti di Hongkong, ada mekanisme untuk memberikan si pemilik aset kesempatan untuk mengajukan keberatan di Pengadilan Hongkong. Kemudian, di Swiss, karena pidana korupsi Bank Century dianggap masuk dalam kategori pelanggaran administrasi perbankan, maka pemerintah Indonesia diminta untuk menempuh jalur perdata. Terlebih lagi, ada pihak lain bernama Tarquin Ltd yang mengklaim kepemilikan aset tersebut. Maka dari itu, saat ini, Bank Mutiara (dahulu Bank Century) dan Tarquin Ltd sedang menjalani sidang perdata di Cantonal Court of Zurich (CCZ), Swiss sejak Maret lalu. Dan sementara pemerintah menempuh jalur perdata untuk pengembalian aset, terpidana korupsi Bank Century, Hesham dan Rafat mengajukan gugatan arbitrase di International Center for the Settlement of Investment Disputes (ICSID) dan Organisasi Konferensi Islam (OKI). Namun, karena masih berproses, Jaksa Agung Basrief Arief enggan mengungkapkan lebih jauh. “Saat ini kita sudah sampai pada penyampaian eksepsi, dan kemudian itu sudah ditanggapi. Saya mendapat informasi dari Sekjen ICSID bahwa tanggapan eksepsi sudah diterima, tapi belum disampaikan kepada kita,” jelasnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR, Senin lalu (12/12).

Tidak ada komentar:

leave comment

Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.

1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange

5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.

Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan vasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.

Me

Posting Komentar

Sumber: http://eltelu.blogspot.com/2013/02/cara-menambahkan-widget-baru-di-sebelah.html#ixzz2O8AYOBCu