“PAPA mau pensiun Oktober tahun ini saja,” kata Dr. H. Syofyan Samad. “Kan seharusnya bulan Februari Pa, sesuai dengan bulan lahir,” kata Magda Evita, putri sulungnya. “Nggak ada, mau cepat-cepat saja.” Keluarga sempat bertanya maksud perkataan Syofyan. Tapi tak mau pikirkan hal tidak-tidak. “Ada perasaan tidak enak, ntah apalah yang terjadi. Sempat bingung, badan rasanya tak enak. Kadang-kadang dapat mimpi,” kata Hj. Tengku Arfini, istri Syofyan. Seminggu kemudian, 30 September 2011 Syofyan Samad dibawa ke ruang ICU RS Awal Bros. “Tensi darahnya mungkin naik, soalnya dia makan jeroan malam itu,” kata Fini, panggilan istrinya. Syofyan alami pecah pembuluh darah otak. Dari Awal Bros dipindah ke RS Bina Kasih. “Peralatan untuk obati bapak di Awal Bros kebetulan dipakai semua,”. Setelah dirawat tiga hari, kondisinya tetap tak membaik. Ia meninggal pada 4 Oktober 2011 di RS Bina Kasih pukul 12.10. Psyofyan samadADA 1972 dan 1973 momen penting bagi Syofyan. Pada 1972, ia terpilih jadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau. Ia dicalonkan dari Generasi Muda Golkar; organisasi sayap partai Golongan Karya (Golkar). Periode jadi Dewan berakhir 1977. Pada 1973, Universitas Riau (UR) gelar pemilihan Dewan Mahasiswa (Dema)—kini BEM UR. Syofyan ikut calonkan diri. Unjuk gigi di pentas perpolitikan antar mahasiswa di Universitas Riau dimulai. Syofyan juga ikut dirikan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) cabang Riau tahun 1974. Bersama Said Ghazali dan Thamrin Nasution. Syofyan dibantu Asrul Jaafar—mantan Bupati Kuansing—dalam pemenangan perebutan Dema. Asrul teman karib Syofyan sejak sama-sama kuliah di FISIP UR. Mereka tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (GMSos). “Periode sebelumnya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang jadi Dema,” kata Asrul. GMSos dipelopori Sutan Sjahrir. Ini juga lembaga pengkaderan seperti HMI dan GMNI. Cita-citanya wujudkan masyarakat sosialis, atas nilai kerakyatan. GMSos punya Partai Sosialis Indonesia (PSI). PSI terbentuk tanggal 12 Februari 1948 berdasarkan paham sosialis yang disandarkan pada ajaran ilmu pengetahuan Marx-Engels, menuju masyarakat sosialis yang berdasarkan kerakyatan. Pada tahun 1950-an, PSI melalui salah seorang anggotanya yaitu Soemitro Djojohadikusumo memberi penekanan pada program pembangunan daerah, industri kecil dan koperasi. Namun karena Soemitro mendukung Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)- gerakan pertentangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat- maka PSI dianggap turut serta melawan pemerintah. Pada Agustus 1960, PSI bersama Masyumi dibubarkan oleh Presiden Soekarno atas pertimbangan MA. Pembubaran karena partai tersebut dinilai sedang melakukan pemberontakan terhadap pemerintah. GMSos pun tak bertahan lama. Ketika terjadi peristiwa Malapetaka Limabelas Januari (Malari) 1974, “Secara otomatis GMSos bubar,” kata Asrul. Pasalnya Syahrir dan Hariman Siregar—saat itu ketua Dema UI, juga dari GMSos—ditangkap dan diadili. Malari adalah demonstrasi mahasiswa diwarnai pengrusakan, pembakaran dan penjarahan. Tindakan ini ketidaksenangan mahasiswa pada dwifungsi ABRI, kinerja pemerintah dan DPR yang tak layak. Hariman Siregar memang diingat tokoh Malari. Tercatat, dalam peristiwa itu, 11 orang meninggal, 300 luka-luka, 775 orang ditahan. Sebanyak 807 mobil dan 187 sepeda motor dirusak atau dibakar, 144 bangunan rusak dan 160 kg emas hilang dari sejumlah toko perhiasan. KEMBALI ke UR. Pemilhan Dema kian panas. Saat itu, Ketua Dema dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM). Dema eksekutif dan MPM legislatif. “Saya prediksi, suara di Sema imbang,” kata Asrul Jaafar, mantan Bupati Kuansing, teman karib Syofyan. Ketika itu, Asrul ketua tim sukses pemenangan Syofyan. Lawan politik Syofyan Ismail, dari HMI, mahasiswa asal FKIP. Benar saja. Saat penghitungan suara imbang15: 15, karena jumlah anggota MPM adalah 30 orang dari seluruh Fakultas. Syofyan dan Asrul putar otak. Lobi punya lobi, keputusan terakhir di serahkan pada pimpinan universitas. UR masih dijabat Gubernur Riau—Arifin Ahmad. Dan Arfiin memilih Syofyan. “Mungkin Pak Arifin melihat Syofyan sudah teruji jadi Dewan. Selain itu mungkin karena Golkarnya,” kata Asrul. “Tapi itu memang bagian dari taktik kita, agar pimpinan yang putuskan.” Tiga tahun jadi Dema tentu tak nyaman. Dengan separoh mahasiswa di Sema tak mendukung Syofyan, “Ya… berbagai cara pasti dilakukan untuk jatuhkan Raja—panggilan akrab Syofyan,” kata Asrul. Enam bulan sebelum habis masa di Dema, Syofyan dapat mosi tak percaya dari rekan-rekan kepengurusan Dema. Ia mundur. PADA 2002, Syofyan kembali ke dunia politik praktis. Ia dipecaya jadi Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Saya sebenarnya agak keberatan, tapi Bapak memang suka politik, mau apalagi,” kata Fini. Satu diinginkan Syofyan, “Agar politik di daerah berjalan dengan baik, dan masyarakat merasakan itu,” kata Asrul. Ia hobi berdiskusi. Dilaog soal politik, kepemimpinan. “Ia sering ajak saya makan siang untuk diskusi, kadang-kadang saya datang ke KPU,” kata Asrul. Ia sering katakan agar para politisi jangan mementingkan kepentingan pribadi saja. Ia juga semangat jika sudah bicara politik kotor. “Dia selalu berikan solusi dengan kondisi politik sekarang.” Apa yang tak diinginkan Syofyan terjadi. Medio 2011, Pemilihan Walikota (Pilwako) bermasalah. Sampai-sampai harus Pemungutan Suara Ulang (PSU). “Ini jadi beban pikiran bagi dia,” kata Asrul. Pada 2 Oktober 2011 semula Syofyan akan berangkat ke Jakarta. Agendanya pertemuan KPU 11 negara di ASEAN. Pertemuan dibuka di Istana Kepresidenan pada 3 Oktober oleh Presiden SBY. Acara ini membahas tata cara pemilu di 11 negara tersebut. Tetapi karena ia sakit, keberangkatannya di gantikan Lena Farida, salah satu anggota KPU Propinsi Riau. Selain Lena, anggota Syofyan di KPU ada empat lagi; Ir. T. Eddy Sabli, M.Si, Asmuni Hasmi,SH, Dr . Alimin Siregar, M.Si. “Beliau memang pendiam dan jarang bicara. Tetapi jika ada yang minta solusi, ia akan berikan solusi dan selalu tepat selesaikan masalah,” kata Lena. Sebelum meninggal, ia jalankan periode kedua sebagai Ketua KPU. Jabatannya berakhir pada November 2013 “Dia punya keinginan agar masih bisa melaksanakan pemilihan Gubernur Riau dengan baik,” kata Asrul. SYOFYAN lahir di Simandolak, 14 Februari 1947. Simandolak desa di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Beliau mengenyam pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Benai, Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) Taluk Kuantan dan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Payakumbuh. Memasuki masa kuliah, ia memilih FISIP UR. Tentu sesuai ketertariaknnya pada politik. Ini ditunjukan pada 1972 jadi anggota Dewan dan terpilih jadi Dema pada 1973. Urusan pendidikan juga tak kalah. Tingkat tiga, atau semester lima ia diangkat jadi asisten dosen. Usai selesaikan S1 ia lanjutkan studi S2 dan S3 di Universitas Indonesia tentang Politik . “Saat itu ada kesempatan sekolah ke Amerika, karena biaya tak jadi. Juga terlalu jauh,” kata Fini yang Syofyan nikahi saat kuliah tahun 1974. Syofyan dapat gelar Doktor pada Juli 2002. Ia Doktor pertama bidang politik di Riau. Selesai S3 itulah Syofyan diminta jadi Ketua KPU. “Mungkin karena doktor politik pertama,” kata Asrul. Sebelum di KPU, Syofyan sempat jadi Dekan FISIP periode 1994-2001. Masa Syofyan, program ekstensi FISIP dibuka. Ia juga menggagas program pengumpulan kredit, dan bangun kerjasama antar FISIP UI dan FISIP UR. Ia juga tinggalkan kenangan mengajar yang baik. Syofyan, kata Lena—juga muridnya di FISIP–, dosen yang selalu memberi nasehat dan motivasi. “Pak Syofyan mengajar lebih suka dinamika kelas, ia lebih suka diskusi dan dialog,” tambah Ali Yusri, Dekan FISIP yang pernah diampuh Syofyan pada mata kuliah kepemimpinan. Menurut Ali, penekanan Syofyan dalam mengajar lebih pada pemahaman. Begitu juga ia beri nilai. “Bisa saja mahasiswa yang hadir tak penuh, tapi baginya punya pemahaman mata kuliah baik, nilainya lebih tinggi.” September 2010. Ia selesaikan bahan disertasinya; buku bertajuk Negara dan Masyarakat, Studi Penetrasi Negara di Riau Kepulauan Masa Orde Baru. Buku ini dalami political penetraction; konsep dimana suatu negara mampu menjangkau seluruh wilayah dan masyarakatnya yang ada dalam kekuasaannya. Penetrasi politik menyebabkan terbentuknya loyalitas rakyat kepada pemerintah dan keutuhan wilayah. Penetrasi politik memerlukan kemampuan pemerintah yang tinggi untuk menjangkau dan mengatur seluruh warga dan wilayahnya. SIANG 17 Desember 2011. Hujan guyur rumah almarhum Syofyan di jalan Pinang Merah, Pekanbaru. Rumah itu dibeli sejak tahun 1982. Kesedihan belum juga hilang dari anak sulungnya Magda Evita. Saya banyak ngobrol dengan Fini. “Anak-anak masih sedih,” kata Fini. Bagi Syofyan pendidikan amat penting. Itu selalu ia katakan pada anaknya. Kini, semua anaknya telah sarjana. “Papa itu suka baca, buku-bukunya banyak sekali,” ujar Rinaldi, suami Magda Evita. Syofyan, kata Fini, sangat takut berobat ke dokter. Ia tidak suka di periksa. Jika di periksa, ia tidak ingin mengetahui hasil pemeriksaan. Jika tahu, ia akan stress. “Jadi hasil pemeriksaan diberitahu pada keluarga yang mengantar.” Beberapa hari sebelum wafat, Syofyan mengeluh pada istrinya badannya sakit-sakit. Malam sebelum masuk RS Awal Bros. Syofyan pergi bersama supirnya, Prayitno. “Katanya mau cari obat,” cerita Fini. Belakangan, Fini tahu selain cari obat Syofyan malam itu makan daging dan jeroan. “Bapak itu banyak pantangannya kalau di rumah, pilih-pilih kalau makan. Kalau diluar semuanya dimakan,” kata Fini. “Nggak juga. Kalau di kantor beliau itu pilih-pilih makanan juga. Dia tak mau makan kacang karena ada asam urat,” kata Lena. Prayitno yang telpon kerumah malam itu. Ia bilang bapak tiba-tiba tak sadar di mobil. Akhirnya dibawa ke RS Awal Bros. “Bapak itu sangat baik. Saya sudah dianggap seperti anaknya sendiri,” ujar Suroso, pernah bekerja sebagai supir Syofyan selama 15 tahun. ASRUL pernah keberatan pada Syofyan, saat masih terima jabatan Ketua KPU kedua kalinya. Soalnya, kata Asrul, Syofyan pernah katakan hanya ingin jadi ilmuan saja. Asrul pun bertanya, “Kenapa tak lanjutkan jadi Profesor Ja?” Syofyan hanya tersenyum.# Tulisan ini dimuat dalam rubrik In Memoriam Majalah Bahana Mahasiswa Edisi 2011
Selasa, 04 Maret 2014
Politik Ilmuwan Politik
“PAPA mau pensiun Oktober tahun ini saja,” kata Dr. H. Syofyan Samad. “Kan seharusnya bulan Februari Pa, sesuai dengan bulan lahir,” kata Magda Evita, putri sulungnya. “Nggak ada, mau cepat-cepat saja.” Keluarga sempat bertanya maksud perkataan Syofyan. Tapi tak mau pikirkan hal tidak-tidak. “Ada perasaan tidak enak, ntah apalah yang terjadi. Sempat bingung, badan rasanya tak enak. Kadang-kadang dapat mimpi,” kata Hj. Tengku Arfini, istri Syofyan. Seminggu kemudian, 30 September 2011 Syofyan Samad dibawa ke ruang ICU RS Awal Bros. “Tensi darahnya mungkin naik, soalnya dia makan jeroan malam itu,” kata Fini, panggilan istrinya. Syofyan alami pecah pembuluh darah otak. Dari Awal Bros dipindah ke RS Bina Kasih. “Peralatan untuk obati bapak di Awal Bros kebetulan dipakai semua,”. Setelah dirawat tiga hari, kondisinya tetap tak membaik. Ia meninggal pada 4 Oktober 2011 di RS Bina Kasih pukul 12.10. Psyofyan samadADA 1972 dan 1973 momen penting bagi Syofyan. Pada 1972, ia terpilih jadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau. Ia dicalonkan dari Generasi Muda Golkar; organisasi sayap partai Golongan Karya (Golkar). Periode jadi Dewan berakhir 1977. Pada 1973, Universitas Riau (UR) gelar pemilihan Dewan Mahasiswa (Dema)—kini BEM UR. Syofyan ikut calonkan diri. Unjuk gigi di pentas perpolitikan antar mahasiswa di Universitas Riau dimulai. Syofyan juga ikut dirikan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) cabang Riau tahun 1974. Bersama Said Ghazali dan Thamrin Nasution. Syofyan dibantu Asrul Jaafar—mantan Bupati Kuansing—dalam pemenangan perebutan Dema. Asrul teman karib Syofyan sejak sama-sama kuliah di FISIP UR. Mereka tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (GMSos). “Periode sebelumnya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang jadi Dema,” kata Asrul. GMSos dipelopori Sutan Sjahrir. Ini juga lembaga pengkaderan seperti HMI dan GMNI. Cita-citanya wujudkan masyarakat sosialis, atas nilai kerakyatan. GMSos punya Partai Sosialis Indonesia (PSI). PSI terbentuk tanggal 12 Februari 1948 berdasarkan paham sosialis yang disandarkan pada ajaran ilmu pengetahuan Marx-Engels, menuju masyarakat sosialis yang berdasarkan kerakyatan. Pada tahun 1950-an, PSI melalui salah seorang anggotanya yaitu Soemitro Djojohadikusumo memberi penekanan pada program pembangunan daerah, industri kecil dan koperasi. Namun karena Soemitro mendukung Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)- gerakan pertentangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat- maka PSI dianggap turut serta melawan pemerintah. Pada Agustus 1960, PSI bersama Masyumi dibubarkan oleh Presiden Soekarno atas pertimbangan MA. Pembubaran karena partai tersebut dinilai sedang melakukan pemberontakan terhadap pemerintah. GMSos pun tak bertahan lama. Ketika terjadi peristiwa Malapetaka Limabelas Januari (Malari) 1974, “Secara otomatis GMSos bubar,” kata Asrul. Pasalnya Syahrir dan Hariman Siregar—saat itu ketua Dema UI, juga dari GMSos—ditangkap dan diadili. Malari adalah demonstrasi mahasiswa diwarnai pengrusakan, pembakaran dan penjarahan. Tindakan ini ketidaksenangan mahasiswa pada dwifungsi ABRI, kinerja pemerintah dan DPR yang tak layak. Hariman Siregar memang diingat tokoh Malari. Tercatat, dalam peristiwa itu, 11 orang meninggal, 300 luka-luka, 775 orang ditahan. Sebanyak 807 mobil dan 187 sepeda motor dirusak atau dibakar, 144 bangunan rusak dan 160 kg emas hilang dari sejumlah toko perhiasan. KEMBALI ke UR. Pemilhan Dema kian panas. Saat itu, Ketua Dema dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM). Dema eksekutif dan MPM legislatif. “Saya prediksi, suara di Sema imbang,” kata Asrul Jaafar, mantan Bupati Kuansing, teman karib Syofyan. Ketika itu, Asrul ketua tim sukses pemenangan Syofyan. Lawan politik Syofyan Ismail, dari HMI, mahasiswa asal FKIP. Benar saja. Saat penghitungan suara imbang15: 15, karena jumlah anggota MPM adalah 30 orang dari seluruh Fakultas. Syofyan dan Asrul putar otak. Lobi punya lobi, keputusan terakhir di serahkan pada pimpinan universitas. UR masih dijabat Gubernur Riau—Arifin Ahmad. Dan Arfiin memilih Syofyan. “Mungkin Pak Arifin melihat Syofyan sudah teruji jadi Dewan. Selain itu mungkin karena Golkarnya,” kata Asrul. “Tapi itu memang bagian dari taktik kita, agar pimpinan yang putuskan.” Tiga tahun jadi Dema tentu tak nyaman. Dengan separoh mahasiswa di Sema tak mendukung Syofyan, “Ya… berbagai cara pasti dilakukan untuk jatuhkan Raja—panggilan akrab Syofyan,” kata Asrul. Enam bulan sebelum habis masa di Dema, Syofyan dapat mosi tak percaya dari rekan-rekan kepengurusan Dema. Ia mundur. PADA 2002, Syofyan kembali ke dunia politik praktis. Ia dipecaya jadi Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Saya sebenarnya agak keberatan, tapi Bapak memang suka politik, mau apalagi,” kata Fini. Satu diinginkan Syofyan, “Agar politik di daerah berjalan dengan baik, dan masyarakat merasakan itu,” kata Asrul. Ia hobi berdiskusi. Dilaog soal politik, kepemimpinan. “Ia sering ajak saya makan siang untuk diskusi, kadang-kadang saya datang ke KPU,” kata Asrul. Ia sering katakan agar para politisi jangan mementingkan kepentingan pribadi saja. Ia juga semangat jika sudah bicara politik kotor. “Dia selalu berikan solusi dengan kondisi politik sekarang.” Apa yang tak diinginkan Syofyan terjadi. Medio 2011, Pemilihan Walikota (Pilwako) bermasalah. Sampai-sampai harus Pemungutan Suara Ulang (PSU). “Ini jadi beban pikiran bagi dia,” kata Asrul. Pada 2 Oktober 2011 semula Syofyan akan berangkat ke Jakarta. Agendanya pertemuan KPU 11 negara di ASEAN. Pertemuan dibuka di Istana Kepresidenan pada 3 Oktober oleh Presiden SBY. Acara ini membahas tata cara pemilu di 11 negara tersebut. Tetapi karena ia sakit, keberangkatannya di gantikan Lena Farida, salah satu anggota KPU Propinsi Riau. Selain Lena, anggota Syofyan di KPU ada empat lagi; Ir. T. Eddy Sabli, M.Si, Asmuni Hasmi,SH, Dr . Alimin Siregar, M.Si. “Beliau memang pendiam dan jarang bicara. Tetapi jika ada yang minta solusi, ia akan berikan solusi dan selalu tepat selesaikan masalah,” kata Lena. Sebelum meninggal, ia jalankan periode kedua sebagai Ketua KPU. Jabatannya berakhir pada November 2013 “Dia punya keinginan agar masih bisa melaksanakan pemilihan Gubernur Riau dengan baik,” kata Asrul. SYOFYAN lahir di Simandolak, 14 Februari 1947. Simandolak desa di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Beliau mengenyam pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Benai, Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) Taluk Kuantan dan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Payakumbuh. Memasuki masa kuliah, ia memilih FISIP UR. Tentu sesuai ketertariaknnya pada politik. Ini ditunjukan pada 1972 jadi anggota Dewan dan terpilih jadi Dema pada 1973. Urusan pendidikan juga tak kalah. Tingkat tiga, atau semester lima ia diangkat jadi asisten dosen. Usai selesaikan S1 ia lanjutkan studi S2 dan S3 di Universitas Indonesia tentang Politik . “Saat itu ada kesempatan sekolah ke Amerika, karena biaya tak jadi. Juga terlalu jauh,” kata Fini yang Syofyan nikahi saat kuliah tahun 1974. Syofyan dapat gelar Doktor pada Juli 2002. Ia Doktor pertama bidang politik di Riau. Selesai S3 itulah Syofyan diminta jadi Ketua KPU. “Mungkin karena doktor politik pertama,” kata Asrul. Sebelum di KPU, Syofyan sempat jadi Dekan FISIP periode 1994-2001. Masa Syofyan, program ekstensi FISIP dibuka. Ia juga menggagas program pengumpulan kredit, dan bangun kerjasama antar FISIP UI dan FISIP UR. Ia juga tinggalkan kenangan mengajar yang baik. Syofyan, kata Lena—juga muridnya di FISIP–, dosen yang selalu memberi nasehat dan motivasi. “Pak Syofyan mengajar lebih suka dinamika kelas, ia lebih suka diskusi dan dialog,” tambah Ali Yusri, Dekan FISIP yang pernah diampuh Syofyan pada mata kuliah kepemimpinan. Menurut Ali, penekanan Syofyan dalam mengajar lebih pada pemahaman. Begitu juga ia beri nilai. “Bisa saja mahasiswa yang hadir tak penuh, tapi baginya punya pemahaman mata kuliah baik, nilainya lebih tinggi.” September 2010. Ia selesaikan bahan disertasinya; buku bertajuk Negara dan Masyarakat, Studi Penetrasi Negara di Riau Kepulauan Masa Orde Baru. Buku ini dalami political penetraction; konsep dimana suatu negara mampu menjangkau seluruh wilayah dan masyarakatnya yang ada dalam kekuasaannya. Penetrasi politik menyebabkan terbentuknya loyalitas rakyat kepada pemerintah dan keutuhan wilayah. Penetrasi politik memerlukan kemampuan pemerintah yang tinggi untuk menjangkau dan mengatur seluruh warga dan wilayahnya. SIANG 17 Desember 2011. Hujan guyur rumah almarhum Syofyan di jalan Pinang Merah, Pekanbaru. Rumah itu dibeli sejak tahun 1982. Kesedihan belum juga hilang dari anak sulungnya Magda Evita. Saya banyak ngobrol dengan Fini. “Anak-anak masih sedih,” kata Fini. Bagi Syofyan pendidikan amat penting. Itu selalu ia katakan pada anaknya. Kini, semua anaknya telah sarjana. “Papa itu suka baca, buku-bukunya banyak sekali,” ujar Rinaldi, suami Magda Evita. Syofyan, kata Fini, sangat takut berobat ke dokter. Ia tidak suka di periksa. Jika di periksa, ia tidak ingin mengetahui hasil pemeriksaan. Jika tahu, ia akan stress. “Jadi hasil pemeriksaan diberitahu pada keluarga yang mengantar.” Beberapa hari sebelum wafat, Syofyan mengeluh pada istrinya badannya sakit-sakit. Malam sebelum masuk RS Awal Bros. Syofyan pergi bersama supirnya, Prayitno. “Katanya mau cari obat,” cerita Fini. Belakangan, Fini tahu selain cari obat Syofyan malam itu makan daging dan jeroan. “Bapak itu banyak pantangannya kalau di rumah, pilih-pilih kalau makan. Kalau diluar semuanya dimakan,” kata Fini. “Nggak juga. Kalau di kantor beliau itu pilih-pilih makanan juga. Dia tak mau makan kacang karena ada asam urat,” kata Lena. Prayitno yang telpon kerumah malam itu. Ia bilang bapak tiba-tiba tak sadar di mobil. Akhirnya dibawa ke RS Awal Bros. “Bapak itu sangat baik. Saya sudah dianggap seperti anaknya sendiri,” ujar Suroso, pernah bekerja sebagai supir Syofyan selama 15 tahun. ASRUL pernah keberatan pada Syofyan, saat masih terima jabatan Ketua KPU kedua kalinya. Soalnya, kata Asrul, Syofyan pernah katakan hanya ingin jadi ilmuan saja. Asrul pun bertanya, “Kenapa tak lanjutkan jadi Profesor Ja?” Syofyan hanya tersenyum.# Tulisan ini dimuat dalam rubrik In Memoriam Majalah Bahana Mahasiswa Edisi 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.
1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange
5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.
Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan vasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.
Posting Komentar