Jumat, 08 November 2013

Kaleidoskop Politik: Dari Century Hingga Bu Ani

Posted by KabarNet pada 07/01/2011

Isu perpolitikan tanah air di tahun 2010 lalu berpusat di lingkaran Istana. Padahal, belum genap setahun SBY berkuasa lagi. Kemana angin politik 2011 akan bergerak?

Semakin tinggi pohon, semakin kencang pula angin menerpa. Semakin besar kapal, semakin besar pula ombak yang akan mengguncang. Petuah lama itu kini tengah dirasakan Presiden Yudhoyono. Setelah bulan madu kepemimpinanan usai pasca Pemilu 2009, memasuki tahun 2010 ia harus menghadapi angin-angin kencang dan gelombang-gelombang nakal yang sering membuat dirinya kerepotan.
Angin kencang pertama tiba bersama pergantian tahun, saat peneliti George Junus Aditjondro merilis bukunya: Membongkar Gurita Cikeas. Seperti buku-buku sebelumnya yang menyoroti kekuasaan Presiden Soeharto dan BJ Habibie, peneliti spesialis oligarki ini menulis tentang Presiden SBY. “Saya hanya mengumpulkan keriki-kerikil itu dan menghadirkannya dalam bentuk gumpalan dan memberikan konteks,” ujarnya.
Masyarakat berharap George mengupas kasus Bank Century, tapi ternyata ia tidak telak menuduh SBY. Yang ditembak soal penahanan Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto. Kasus itu, kata dia, adalah tabir asap penghalang penyidikan Bank Century. Ia juga menyoroti peran Budi Sampoerna dan Siti Hartati Murdaya, dua nasabah kakap Bank Century sekaligus donatur terbesar Partai Demokrat.


George lalu menyoroti KKN pola Soeharto di lingkungan SBY. Hartanto Edhie Wibowo, adik bungsu Ani Yudhoyono, menjabat Komisaris Utama PT Powertel. Gatot Suwondo, adik ipar Ani Yudhoyono, menjadi Direktur Utama BNI. “Ini sangat ironis, di satu sisi SBY meneriakkan anti KKN, namun keluarga besarnya justru membuat jejaring yang berpotensi menumbuh suburkan gurita KKN,” kata George.
Yayasan-yayasan afiliasi Cikeas juga disinggung. Misal, Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam, Yayasan Puri Cikeas, Yayasan Mutu Manikam Nusantara, Yayasan Batik Indonesia, Yayasan Sulam Indonesia serta Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian (YKDK). “Yayasan-yayasan itu dipakai untuk mobilisasi dukungan politik dan ekonomi,” kata George.
Kreatifitas George membuat kubu SBY panas dingin. Sekjen Partai Demokrat Amir Syamsuddin menuding buku ini tidak berguna. “Ini buku sampah,” ujarnya. Meski membenarkan adanya aliran dana pengusaha ke rekening YKDK, Menko Polhukkam Djoko Suyanto menegaskan bahwa tak ada uang yayasan yang dipakai untuk kampanye pemilu presiden.
Presiden SBY, meski tidak menyinggung langsung buku George, dalam pidatonya di acara Natal Bersama di JCC, mengatakan, saat ini telah muncul budaya fitnah di negeri ini. Namun, pemerintah justru tampak kikuk. Mereka tak mau terlihat anti demokrasi dengan melarang buku George, meski skenario provokasi dan kriminalisasi George jelas terlihat.
Tantangan kasus Bank Century memang tak main-main. Isu pemakzulan muncul saat Pansus Hak Angket DPR tentang skandal bail-out Bank Century membahas rencana pemanggilan Presiden. Mereka curiga SBY merestui Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur BI Boediono, menyetujui penalangan uang nasabah yang digarong pemilik Bank Century oleh Lembaga Penjamin Saham.
Rencana pemanggilan Presiden ke Pansus DPR memang tak terlaksana. Tapi isu ini sempat membuat presiden meriang. Maka saat pimpinan lembaga tinggi Negara bertemu SBY di Istana Bogor, Kamis (21/1) Ketua MPR Taufiq Kiemas menghimbau Presiden agar tetap berfikir jernih dan tidak terpengaruh isu impeachment, meski beberapa presiden jatuh karena pemakzulan.
SBY saat itu tak bicara soal Century maupun impeachment. Ketua Mahkamah Konstitusi Moh Mahfud MD menduga, Presiden kikuk jika terlalu banyak menanggapi. Karena itu, soal pemakzulan tak dibahas spesifik. Tapi sehari kemudian, saat jumpa pers, SBY berkata bahwa dalam pertemuan itu mereka sepakat menjaga stabilitas nasional. “Padahal kita tidak menetapkan kesepakatan apapun,” kata Mahfud.
Belakangan SBY malah “curhat” di depan para jenderal dari tiga angkatan. Selain mengulang beberapa point yang diungkapkannya di Bogor, saat berpidato dalam acara Rapat Pimpinan TNI di Markas Besar TNI Cilangkap, (25/1) Presiden SBY menggeber isu pemakzulan atau pelengseran Kepala Negara bersama ‘nasib’ jajarannya.
SBY pun bicara soal bail-out Bank Century. Ia meminta masyarakat tidak melihat masalah seperti yang dipersoalkan di Pansus. Ia meminta semua pihak melihat konteks saat bail-out dilakukan. “Real policy tak bisa dipidanakan,” ujarnya. Menurut SBY, yang bisa dipidana adalah implementasi kebijakan, apakah ada hukum yang dilanggar.
Namun, tudingan SBY soal kriminalisasi kebijakan menuai reaksi. “Sikap Pansus Century tak layak disebut kriminalisasi kebijakan,” kata Bambang Susatyo dari Golkar. Sebab sejak awal Pansus memfokuskan diri pada kejanggalan dan irrasionalitas bail-out. “Kalau dianggap kriminalisasi kebijakan, hal itu dapat dipandang sebagai upaya menutup-nutupi moral hazard dalam proses bail-out,” ujarnya.
Pengambilan kebijakan murni memang tak bisa dijatuhi pidana. Namun, jika pengambilan kebijakan itu menyalahgunakan kewenangan, ini lain cerita. Pengambilan keputusan, kata Mahfud, adalah pilihan, tapi jika kebijakan itu mengandung perkara kriminal seperti korupsi, kolusi, menguntungkan pihak tertentu, itu bisa dipidanakan. “Termasuk kasus bail out Bank Century,” ujarnya.
Belakangan SBY malah menggertak. Di depan ribuan jenderal dan komisaris besar yang menghadiri rapat pimpinan Polri, Presiden bertitah. SBY meminta Polri memerangi kejahatan, termasuk korupsi, kejahatan pajak dan pengemplang utang. “Jangan lupa, korupsi, kejahatan pajak, ngemplang utang yang ditanggung rakyat jangan dibiarkan,” ujarnya Senin (8/2) di Mabes Polri.
Gertakan SBY ketemu batunya. Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, yang dibidik soal kasus pajak perusahaannya murka. Usai bertemu Fraksi Golkar dan menteri-menteri Golkar, ia menjelaskan bahwa kasus pajak itu tak ada hubungannya dengan Pansus Bank Century. “Jangankan ancaman pajak, diancam mati pun Golkar tidak gentar,” ujarnya, Rabu (10/2/2010) di Senayan.
Sebenarnya ini gertakan ke dua. Sebelumnya SBY sudah bertemu Aburizal di DPP Golkar untuk menanyakan komitmen Golkar sebagai partai koalisi. Sebab, selain bersuara keras, dalam Pansus para anggota dari Golkar mengusulkan pemanggilan SBY. Saat itu, Ical –begitu ia biasa disapa— mengatakan bahwa Golkar tak akan menyinggung simbol negara. “Artinya tak akan sampai ke SBY,” kata sumber itu.
Rupanya SBY kurang puas. Dalam pertemuan Minggu malam di DPP Golkar itu, SBY lalu menyinggung kemungkinan reshuffle kabinet dan menanyakan pengemplangan pajak oleh perusahaan Ical. Situasi langsung memanas. Kata Ical, urusan pajak tak ada kaitannya dengan masalah Century maupun reshuffle. “Silakan saja kalau mau diusut dan diajukan ke pengadilan,” kata sumber tadi menirukan ucapan Ical.
Ical yakin masalah pajak perusahaannya sudah selesai, tapi Menteri Keuangan Sri Mulyani terus mengutik-utik. Ical justru mempertanyakan kapasitas Sri Mulyani. “Praktis pertemuan 45 menit itu jadi seperti saling mengancam,” kata sumber Suara Islam. Lucunya pertemuan malam hari itu dibantah SBY, dan dianggapnya pemberitaan Jakarta Post yang diikuti media massa lainnya sebagai berita bohong.
Maka ketika SBY mempermasalahkan persoalan pajak untuk menekan lawan politiknya, sementara Demokrat mengaku mengusulkan penarikan menteri-menteri dari Golkar, Ical marah. “Saya tidak pernah mengancam. Saya dari dulu tidak pernah mau mengancam tapi jangan coba-coba untuk mengancam saya,” ujarnya sengit. Menurut dia, Golkar pun berhak me-recall seluruh menterinya di kabinet.
Gara-gara gertakan balik Golkar, Istana dan Demokrat panik. Belakangan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri diutus untuk menjawab. Kata dia, pengusutan penunggak pajak tidak terkait dengan upaya pembongkaran aliran dana Bank Century di Pansus. “Century jalan terus, penyidik jalan terus. Tidak ada upaya pengaburan,” kata Bambang Hendarso di Jakarta, Rabu (10/2) malam.
Kubu SBY makin panik saat mayoritas fraksi menilai ada indikasi pidana korupsi dalam proses pemberian FPJP dan Penyertaan Modal Sementara Bank Century. Hanya Demokrat dan PKB yang menilai kebijakan bail-out tidak salah. Posisi fraksi di Pansus 7 – 2. Tujuh fraksi itu adalah PDIP, Golkar, PKS, PAN, PPP, Gerindra dan Hanura yang mewakili 66,6 persen kekuatan Pansus.
Maka ketika bola salju Bank Century kian mengarah ke istana, para pendukung SBY sibuk bermanuver. Apel Kebulatan Tekad Mendukung SBY-Boediono digelar di Lapangan Parkir Barat Senayan (28/2). SBY pun mengutus staf khususnya, Andi Arief dan Velix Wanggai, untuk gerilya. Andi menemui Sekjen PDIP Pramono Anung dan Ketua PDIP Puan Maharani.
Setelah itu mereka menemui mantan Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung, Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua DPP Golkar Priyo Budi Santoso, dan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional Amien Rais.
Tapi lobby-lobby itu meleset. Dalam pandangan akhir fraksi Selasa (23/2) malam, 7 dari 9 partai mengatakan ada dugaan penyimpangan bail-out Century. PDIP, PKS, Golkar, dan Hanura terang-terangan menyebut nama mereka yang diduga bertanggung jawab, termasuk Boediono dan Sri Mulyani. Golkar yang semula hanya menyebut inisial, di akhir paparan menjelaskan arti inisial itu.
Buntutnya, mulai Kamis (29/4/2010) Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tapi, dengan berbagai dalih, Boediono menghindari petugas KPK yang datang ke kantornya. Bekas Gubernur Bank Indonesia itu malah mencari perlindungan di ketiak Presiden SBY dengan “bersembunyi” di Istana Negara.
Karena ogah datang ke KPK, dengan alasan sibuk rapat kabinet dan membahas RAPBN-P, Sri Mulyani hanya mau diperiksa di kantornya. Karena itu, politisi Partai Hanura RJ Suhandojo mengritik mereka. “Pemeriksaan di kantor pejabat negara adalah tindakan diskriminatif KPK yang bisa menjadi preseden buruk bagi proses hukum yang melibatkan pejabat Negara,” ujarnya.
Bagi KPK, pemeriksaan ketua dan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan ini patut diacungi jempol. Sebab, dua bulan lebih kasus Bank Century belum ditangani. Padahal mayoritas fraksi menyatakan, kebijakan pengucuran dana 6,7 trilyun untuk bank rampok milik taipan Robert Tantular itu salah, dan diduga mengandung unsur kejahatan perbankan.
Bagi pemerintah, pemeriksaan itu cukup menampar muka. Sebab, pendekatan telah dilakukan. Belakangan berkembang rumor bahwa pemerintah telah melobby pimpinan KPK dan mencari jalan damai untuk menyelesaikan kasus ini. Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah konon sempat bertemu pengacara Menteri Keuangan, Arif Surowidjojo.
Belakangan pengusutan Bank Century seolah jalan di tempat. Namun karena posisi Boediono dan Sri Mulyani makin terdesak, SBY terpaksa mencopot Sri Mulyani Indrawati, menteri kesayangannya. Upaya penyelamatan dilakukan dengan pernyataan pengunduran diri Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan karena “mendapat kepercayaan sebagai Managing Direktur Bank Dunia,” ujar Presiden SBY (5/5).
Langkah politik pun digelar SBY dengan membentuk Sekretaris Gabungan Partai Koalisi pada 6 Mei. Enam ketua umum Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional, hadir. SBY jadi ketua umum, Aburizal Bakrie (Ketua Umum Partai Golkar) sebagai ketua harian, dan Syarif Hasan (Ketua Fraksi Demokrat) sebagai sekretaris.
Tapi tak urung pembentukan Sekretariat Gabungan menyiratkan berbagai kritik. “Setgab muncul karena pemerintah sadar, Kabinet Indonesia Bersatu II tak bisa mengeksekusi program-program yang dicanangkan,” kata pengamat politik LIPI Siti Zuhro. Banyak yang berpendapat, Setgab merusak tata kelola kenegaraan. Tapi tak sedikit yang beranggapan, dengan Setgab, Golkar justru telah menyandera pemerintah.
Kini Setgab menjadi poros kebijakan sebelum diselesaikan di parlemen untuk mencegah terjadinya instabilitas politik. Selama enam bulan kemudian, panggung politik SBY relatif aman. Tapi belakangan PKS tak puas dengan dominasi Golkar dan Demokrat di Setgab. Wakil Sekjen PKS Mahfudz Shiddiq lalu mengajak partai tengah dan PDIP berkolaborasi menyiapkan calon presiden 2014. “Supaya tidak termarginalkan,” ujarnya, pada 21/12 lalu.
Lalu bagaimana situasi pada 2011 nanti? Masihkah panggung politik memanas? Mampukah SBY mengendalikan biduk politiknya, sementara suara dari dalam Demokrat sudah siap mengerek nama Ani Yudhoyono sebagai calon presiden pada 2014 nanti. Ke manakah angin politik tahun depan bertiup?.
Suara-Islam.COM

Tidak ada komentar:

leave comment

Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.

1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange

5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.

Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan vasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.

Me

Posting Komentar

Sumber: http://eltelu.blogspot.com/2013/02/cara-menambahkan-widget-baru-di-sebelah.html#ixzz2O8AYOBCu