Jakarta 1/10/2009 (KATAKAMI) Membedah buku yang dituliskan oleh
seseorang yang memiliki jabatan sangat bergengsi dan prestisius yaitu
Presiden Negara Adidaya, sebenarnya tidak terlalu sulit.
Dreams From My Father. Demikian judul buku yang dipilih Barack Hussein Obama Jr untuk buku karyanya.
Terdiri dari 19 Bab, buku karya Presiden ke-44 AS ini mengisahkan
pergulatan hidupnya sebagai seorang keturunan dari ras “hitam” yang
selama berabad-abad terpinggirkan dari gegap-gempitanya kehidupan
“Barat”.
Karya yang lumayan menarik. Agak berat dan penjabarannya sangat detail terhadap segala sesuatu.
Untunglah kini Barack Hussein Obama Jr menjadi orang nomor satu di AS
sehingga buku Dreams From My Father ini dapat menjadi referensi kuat
dan luas mengenai siapa dan bagaimana Obama Jr dalam rekam jejak
hidupnya didunia yang fana ini.
Yang membuat terkejut saat awal membaca buku ini adalah bertambahnya
pengetahuan tentang latar belakang Obama Jr. Oh, ternyata Presiden AS
yang merupakan keturunan Afrika pertama yang menjadi Presiden ini dahulu
kala pernah menjadi penulis, pengajar, aktivis dan pengacara.
Ke-empat jenis pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan sangat teruji
tadi menjadi bagian tak terpisahkan dari masa lalu Obama. Pantas dalam
buku karyanya, Obama dapat mengisahkan dengan alur yang cukup rinci.
Tersirat kuat bahwa sejak masa kecilnya, Obama sudah dibentuk menjadi
pemikir yang cermat dalam mengamat dan menganalisa situasi, kondisi
dan semua permsalahan disekelilingnya.
Dari buku Dreams From My Father ini dapat diketahui bahwa setidaknya
ada tiga figur yang sangat kental pengaruhnya dalam memori dan segala
rasa pada diri Obama adalah ayah kandungnya (Barack Hussein Obama Sr
yang berkewarga-negaraan Kenya – Afrika, dari suku Luo), Stanley Ann
Dunham (ibunya) dan Lolo Soetoro (Ayah Tirinya yang berkewarga-negaraan
Indonesia).
Tapi diatas semua itu, satu nama yang sangat menonjol pengaruh kuatnya dalam jiwa Obama adalah sang ibu.
“Pada diri kedua puteri saya, setiap hari saya melihat keceriaan Ibu,
kemampuannya mengagumi hal-hal. Saya tidak akan menggambarkan lebih
jauh betapa dalamnya dukacita saya sepeninggal Ibu. Saya tahu bahwa dia
adalah jiwa yang teramat baik dan murah hati yang pernah saya kenal,
dan bahwa saya berutang padanya atas hal-hal terbaik yang ada dalam
diri saya” (termuat dalam Kata Pengantar).
Obama kecil memang harus mengalami kepahitan dan kegetiran dari
perpisahan ayah dan ibunya yang berlatar-belakang budaya berbeda.
Obama kecil harus berpisah dari ayah kandungnya sejak ia berumur 2 tahun (Obama lahir tanggal 4Agustus 1961).
Entah disadari atau tidak oleh Obama bahwa ada sebuah nilai luhur
yang ditunjukkan secara jelas, nyata dan kuat oleh sang ibu kepada Obama
selaku anak semata wayang dari pernikahannya dengan pria Kenya bernama
Barack Hussein Obama.
Ann Dunham begitu rajin, sabar dan terus secara berkesinambungan
meneceritakan kepada anak lelaki semata wayangnya tentang siapa dan
bagaimana sang ayah.
Ann Dunham menanamkan dari kecil kepada anak lelaki kesayangannya
bahwa sang ayah adalah ayah yang tetap harus dihormat, disayangi dan
dibanggakan.
Dari buku Dreams From My Father ini, Obama mengisahkan bagaimana
bentuk-bentuk cerita yang didengarnya dari sang ibu mengenai ayah
kandungnya yaitu Obam Sr.
Walau kadang menceritakan sesuatu yang “negatif” tetapi sisi
kenegatifan itu adalah sisi humanis yang justru menjadi sangat manis
untuk didengar.
Terbukti disini bahwa Ann adalah perempuan yang berhati mulia.
Ia tidak mengajarkan anaknya untuk membenci sang ayah yang telah
meninggalkan isteri dan anak semata wayang mereka, hanya demi membela
spirit kuat membangun tanah kelahirannya di Afrika. Sebab dalam banyak
kejadian, isteri yang kecewa atas keretakan atau kehancuran rumah tangga
tak jarang melakukan “brain-wash” atau “cuci otak” kepada anak-anaknya
agar menjauhi, membenci dan melupakan sang ayah.
“Ayahmu adalah pengemudi yang mobil yang buruk,” ibuku menjelaskan
kepadaku. “Dia sering mengemudi di jalur sebelah kiri, sebagaimana orang
Inggris mengemudikan mobilnya, dan kalau kau memberi komentar, dia
hanya akan menggerutu tentang aturan orang Amerika yang tolol !”
(termuat pada halaman 26).
Hehehe. Cara Ann menggambarkan bagaimana sifat dasar dari sang ayah
kepada Obama Junior sungguh apa adanya. Tak berisi bahasa hiperbola
tetapi mengalir sangat natural. Bahkan, ada kesan yang menggambarkan
betapa Ann sangat sulit melepaskan kharisma, pesona dan kebersahajaan
mantan suami pertamanya.
Perempuan berkulit putih ini tahu dan hapal luar kepala, apa saja
yang menjadi keterbatasan dan kekurangan dari mantan suami pertamanya
namun semua itu justru membuat Ann semakin menyimpan rapat nostalgia
cinta yang sangat mengesankan itu jauh didasar hatinya.
“Ayahmu bisa agak dominan,” ibuku mengakui dengan senyuman. “Namun
pada dasarnya dia hanyalah seseorang yang jujur. Terkadang itu yang
membuat kurang kompromis” Ibuku lebih menyukai gambaran yang lebih
lembut tentang ayahku (termuat pada halaman 28).
Nafas dari semua bentuk akhlak yang diajarkan Ann Dunham kepada
anaknya adalah sifat menghormati orang, kebanggaan yang tak boleh lepas
atas latar belakang ras dan budaya, penghormatan terhadap sesama dan
nilai-nilai kemanusiaan, serta kuatnya tanggung-jawab untuk membangun
atau mempertahankan kehangatan dalam ikatan keluarga inti.
Tuhan sungguh baik karena tidak membiarkan Obama kecil tumbuh menjadi anak yang liar ala produk keluarga “broken home”.
Tuhan sungguh baik karena tak ada mata rantai kehidupan yang lepas atau hilang dari perjalanan panjang Obama dalam kehidupannya.
Jika ada satu bagian dari mata rantai itu yang terlepas maka Ann
Dunham sebagai seorang ibu ternyata sangat mampu untuk memastikan mata
rantai demi mata rantai dari kehidupan anaknya tetap sambung-menyambung
secara baik.
Dan salah satu mata rantai dari kehidupan Obama yang diuraikannya
dalam buku Dream From My Father adalah sosok ayah tirinya yaitu Lolo
Soetoro dan kisah masa kecilnya saat hidupselama beberapa tahun di
Indonesia.
Dalam buku ini akan sangat jelas tergambarkan bagaimana dasar-dasar
yang kuat dalam kepribadian Obama yang memiliki kecerdasan luar biasa
sehingga ia dimampukan untuk merekam secara baik penggalan demi
penggalan dari masa lalunya.
“Kami tinggal di Indonesia selama tiga tahun waktu itu, sebagai hasil
dari pernikahan ibuku dengan seseorang berkebangsaan Indonesia bernama
Lolo, mahasiswa lain yang ditemui ibuku di Universitas Hawaii. Nama
lelaki itu berarti “gila” dalam bahasa Hawaii, yang membuat Kakek selalu
tertawa geli. Namun, arti nama tersebut tidak sesuai untuk lelak itu
karena Lolo memiliki tingkah laku yang baik dan lemah lembut terhadap
orang lain. (termuat dalam halaman 53).
Salah satu yang cukup menarik dalam buku ini – sekaligus yang cukup
menggelikan – adalah saat Obama mengisahkan bagaimana kakek dan neneknya
sangat sibuk membantu persiapan Ann Dunham dan Obama Junior pindah ke
Indonesia.
“Toot (yang artinya Tutu atau dalam bahasa Kenya diartikan sebagai
panggilan kepada Nenek) masih saja bersikeras agar kami membawa koper
yang penuh dengan perbekalan tang, susu bubuk, berkaleng-kaleng sarden.
“kau tak pernah tahu mereka itu makan apa,” ujarnya tegas. Ibuku
menghela napas, namun Toot memasukkan beberapa kotak permen agar aku
lebih membelanya daripada Ibu (termuat dalam halaman 54).
Dan di bagian berikutnya dalam buku ini yang sangat menarik adalah
saat Obama menceritakan juga bahwa semasa ia tinggal di Indonesia ini,
ia pernah dibuat sampai benjol dilempar oleh teman mainnya yang
bercurang curang. Akibat kejadian yang sangat tidak adil pada anak
tirinya itu, Lolo Soetoro mengajarkan kepada Obama kecil cara melindungi
diri dengan belajar atau latihan TINJU.
Dan Obama sangat pintar untuk menjabarkan tentang bagaimana Indonesia
berdasarkan refenresi yang diterima oleh Ibunda tercintanya (Ann
Dunham).
Dia menduga, semua akan sulit, kehidupan barunya itu. Sebelum
meninggalkan Hawaii, dia telah mencoba belajar semua yang dapat
diketahuinya tentang INDONESIA : populasinya, kelima terbesar di dunia,
dengan ratusan suku dan dialek, sejarah kolonialisme, pertama oleh
Belanda selama lebih dari 3 abad kemudian oleh Jepang selama masa PD II
yang berusaha mengendalikan banyaknya kandungan minyak, logam dan kayu :
perjuangan menuju kemerdekaan setelah perang dan muncul tokoh pejuang
pembebasan bernama Soekarno sebagai presiden pertama negara itu
(termuat dalam halaman 65).
(INDONESIA) Sebuah negara miskin, belum berkembang, sama sekali asing
– hanya itu yang diketahuinya (Ann Dunham, red). Dia bersiap dengan
sakit disentri dan demam, mandi air dingin dan berjongkok di lubang di
tanah untuk buang air kecil, listrik MATI setiap beberapa pekan, panas
dan nyamuk-nyamuk yang tak pernah habis. Sungguh, tak ada yang lain
kecuali KETIDAK-NYAMANAN, dan dia tampak lebih tangguh daripada yang
tampak, lebih tangguh daripada yang dia sendiri ketahui. Dan betapapun
itu adalah bagian yang telah membuatnya tertarik kepada Lolo setelah
Barack (Obama Sr) pergi, janji akan sesuatu yang baru dan penting,
membantu suaminya membangun kembali negarany di suatu tempat yang
ditugaskan dan menantang, jauh dari orangtuanya (termuat dalam halaman
65).
Membaca buku Obama ini menjadi sangat menyentuh hati karena ia
menuliskan dengan pikiran, tutur kata dan perasaannya sendiri sebagai
seorang anak manusia, tentang bagaimana relasi dirinya dengan orangtua
yang sangat dicintai serta dihormatinya.
Kalau boleh menarik kesimpulan dari buku ini adalah Obama ingin
berterus terang bahwa ia sungguh telah dapat mewujudkan impian sang ayah
yaitu sebagai seorang anak manusia yang datang dari ras terbelakang
dan terpinggirkan, Obama mampu menapaki hidup rasa percaya diri dengan
jejak langkah yang terbangun dari kepribadian utuh dari sisi moralitas
atas hasil didikan sang ibu yang berhati mulia.
Dreams From My Father adalah sebuah kejujuran dalam bertutur dari
anak manusia yang mendapatkan nama yang sama persis dengan nama sang
ayah.
Dreams From My Father adalah sebuah keterus-terangan dari seorang
anak Afrika yang sejak nenek moyangnya terdahulu selalu hidup dalam
kepahitan dan kegetiran seputar diskriminasi penuh hinaan dan kemiskinan
panjang, ternyata mampu melangkah tegap menunjukkan “dimana sebenarnya
ia harus berdiri dan berada”.
Dreams From My Father adalah sebuah keluguan dan kepolosan seorang
anak yang tetap dibentuk dan ditumbuhkan sejak dini rasa cinta dan
hormat yang abadi kepada orangtua walau didalam dikeluarga terjadi
ketidak-harmonisan dan perpisahan yang menyakitkan.
Entah itu Barack Hussein Obama Sr, Stanley Ann Dunham dan kedua
orangtua, serta Lolo Soetoro, semuanya pasti merasa sangat bangga dan
larut dalam haru yang menyentuh hati terdalam karena “Little Barry” yang
dulu memelihara buaya semasa hidup di Indonesia, ternyata kini menjadi
seorang yang sangat berarti.
“Little Barry” kini sudah menjadi seorang Presiden dari bangsa yang
besar bernama Amerika, tanah leluhur dari garis sang ibu. Dan Amerika
jugalah yang menjadi tanah impian bagi kedua ayahnya (ayah kandung dan
ayah tirinya) untuk menimba ilmu.
Dan yang barangkali perlu disampaikan kepada Obama terkait buku
karyanya ini adalah masih tetap bertahan dan berkutatnya berbagai
realita hidup yang kurang nyaman mengenai INDONESIA sampai saat ini.
Disentri. Malaria dan Demam Berdarah. Kemiskinan. Kelaparan di
berbagai tempat. Dan, pemadaman listrik yang seenaknya seperti masa
kelam di zaman Gerakan 30 September. Jadi, saat Obama kini telah
mewujudkan impiannya menjadi kenyataan. Sekarang giliran INDONESIA
mewujudkan hal-hal yang terabaikan selama puluhan tahuin.
Agar jangan ada memoar buku dari penulis-penulis berikutnya di
tahun-tahun mendatang bahwa semua “hal tak enak” yang bercokol di
Indonesia sejak puluhan tahun ini, ternyata masih tetap awet dan
langgeng merongrong penderitaan hidup rakyat Indonesia.
(MS)